Langsung ke konten utama

Interpelasi Bupati Samosir Dipaksakan

Pangururan, Batak Raya—Pada Mei 2022 Fraksi PDI Perjuangan (PDIP) di DPRD Kabupaten Samosir, Provinsi Sumatra Utara, mengatakan kepada Batak Raya bahwa mereka bermaksud menginterpelasi Bupati Samosir, Vandiko Gultom. Sejak saat itu, PDIP berupaya mencari kesalahan Bupati.

Bupati Vandiko Gultom (kiri) dan Ketua DPRD Samosir, Sorta Siahaan, dari Fraksi PDIP. (Foto: Hayun Gultom)

Pembangunan Simpang Gonting pun dijadikan persoalan isu lingkungan yang dikaitkan dengan pekerjaan sirtuisasi Long Beach, yang berdekatan dengan hotel milik keluarga Bupati. Selain itu, pembentukan Tim Bupati untuk Percepatan Pembangunan (TBPP) dan rehab rumah dinas Bupati juga dijadikan dasar untuk interpelasi.

Akhirnya, pada 23 Juli 2022 yang lalu Fraksi PDIP menolak laporan pertanggungjawaban (LPJ) Bupati Vandiko Gultom atas APBD 2021—APBD 2021 disusun pada era bupati sebelumnya, Rapidin Simbolon, yang kini menjadi Ketua DPD PDIP Sumut—dan mengatakan akan mengajukan hak interpelasi kepada Bupati, salah satunya terkait dengan Simpang Gonting.

“Berdasarkan tata ruang, Simpang Gonting diperuntukkan untuk hutan rakyat penyangga hutan lindung, bukan untuk keperluan rest area,” kata Fraksi PDIP. Namun, pendapat PDIP itu tidak benar, karena kawasan Simpang Gonting tidak ditetapkan dan tidak pernah diusulkan menjadi hutan rakyat.

Yang dimaksud dengan hutan rakyat adalah hutan yang berada di dalam lahan milik masyarakat yang sudah dibebani hak, sedangkan Simpang Gonting dari sudut pandang tata ruang adalah arahan pemanfaatan. Selain itu, tata ruang takbisa menjadi dasar pelanggaran aturan terhadap Simpang Gonting, karena tata ruang bukan menyangkut status lahan, melainkan tentang peruntukan, pemanfaatan, dan pengendalian ruang yang ada di lahan tersebut.

Alasan kedua menurut PDIP, “Kawasan Gonting menurut pola ruang bukan untuk kegiatan penataan lahan dan penambangan dengan melakukan pemotongan bukit. Jika pemotongan bukit dilakukan, harus memenuhi Peraturan Menteri Nomor 4 Tahun 2021, sehingga perlu amdal atau UKL-UPL.”

Argumen PDIP tersebut juga tidak tepat, karena, seperti yang pernah dijelaskan oleh instansi terkait, kegiatan di Simpang Gonting bukan pertambangan, melainkan penataan lokasi untuk pembangunan area rehat dan tempat parkir. Karena itu, acuannya berdasarkan UU Nomor 4 Tahun 2021 adalah kegiatan multisektor. Menurut Lampiran II, halaman 296, dalam UU itu bahwa untuk lahan yang kurang dari 1 hektare, izin lingkungan yang diperlukan adalah SPPL. Selain itu, lahan yang dikerjakan di Simpang Gonting pun tidak sampai 1 hektare.

Alasan ketiga menurut Fraksi PDIP, karena di Simpang Gonting ada heritage berupa bebatuan berumur 300 juta tahun yang masuk dalam Warisan Bumi Toba Caldera Unesco Global Geopark.

Hal itu juga takcukup kuat untuk dijadikan dasar interpelasi, karena hampir semua batuan di Samosir yang ditetapkan menjadi heritage adalah batuan yang berada di lokasi-lokasi hasil pelebaran jalan. Setelah terjadi pelebaran jalan maka tampaklah batu-batuan tersebut, dan itulah yang diperlihatkan kepada para penilai geopark.

Selain itu, konsep geopark juga masih dalam perdebatan diskusi pada tingkat ilmuwan dan petinggi birokrasi. Makanya, hingga saat ini belum ada SK bupati, SK gubernur, atau SK menteri tentang penetapan dan sebaran konservasi geologi untuk Geopark Kaldera Toba. Pemkab Samosir pun tidak pernah menerima surat keberatan dari pihak manajemen Geopark Kaldera Toba tentang terjadi tidaknya kerusakan geologi di Simpang Gonting.


Untuk memastikan ada tidaknya pelanggaran yang dilakukan Pemkab Samosir dalam pekerjaan di Simpang Gonting, Batak Raya dan dua media lain berangkat ke Medan untuk mewawancarai aparat Pemerintah Provinsi Sumatra Utara.

Menurut pelaksana tugas Kepala Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Sumut, Siti Bayu Nasution, izin lingkungan yang sudah diterbitkan oleh Pemkab Samosir terkait dengan pekerjaan di Simpang Gonting sudah benar, sesuai dengan mekanisme dan regulasi yang ada.

Pihak Dinas Bina Marga dan Bina Konstruksi Provinsi Sumut juga mengatakan penataan Simpang Gonting dengan melebarkan ruang yang berada di luar ruang milik jalan adalah kewenangan Pemkab Samosir dan masyarakat setempat, bukan kewenangan Pemprov Sumut.

Jonni Simbolon di Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Sumut mengatakan pekerjaan Simpang Gonting bukan usaha pertambangan, karena pasir dan batu hasil galian dalam pekerjaan Simpang Gonting tidak diperjualbelikan. Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2020, kata Jonni, suatu usaha penggalian disebut sebagai pertambangan apabila di dalamnya ada penjualan.

Jadi, dari semua informasi tersebut terlihat dengan jelas bahwa rencana interpelasi terhadap Bupati Samosir terkait dengan pembangunan Simpang Gonting adalah upaya politik yang dipaksakan. ❑

Postingan populer dari blog ini

Mantan Ketua DPRD yang Miskin dan Banyak Utang

Jhony Naibaho konsisten menjaga muruah PDI Perjuangan. Megawati golput, dia pun ikut golput. Sepuluh tahun sebagai wakil rakyat, dia teguh pada idealisme demi pesan ibunya “ sotung dijaloho jambar sian toru ni rere .” Diejek bodoh karena taksuka menyelewengkan jabatan untuk mencari harta, tapi “sedikit pun saya tidak menyesal.” Dia berpesan agar bendera PDIP dipasang kelak pada peti matinya. Jhony Naibaho menghadiri perayaan HUT ormas KoMPaS di Pangururan, Jumat pekan lalu. FOTO: JARAR SIAHAAN Pemimpin redaksi Batak Raya , Hayun Gultom , duduk dengan saya di warung di seberang markas Polres Samosir di Pangururan, Selasa, 4 Juni 2024. Beberapa menit kemudian, orang yang kunantikan datang: Jhony Naibaho, politikus berusia 62 tahun, yang kali terakhir bersemuka denganku sekitar sepuluh tahun silam. Kami berdua pun berjabat tangan dan baku peluk. Lalu kami duduk dan berbasa-basi sekejap, saling menanya keberadaan kawan-kawan lama. Tidak lama berselang, saya berdiri untuk membeli satu bungk...

Miranda Gultom Bicara Marga, Gelar Sarjana, dan Suara Keras Orang Batak

Pangaribuan, Batak Raya—Miranda Swaray Goeltom, yang lebih dikenal dengan nama Miranda Gultom, 73 tahun, mantan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, bercerita tentang adanya orang Batak yang malu memakai marganya. Dia juga mengimbau generasi muda Batak agar bekerja menjadi petani, dan jangan semata-mata mengejar gelar kesarjanaan atau menjadi pejabat. Miranda Gultom (kiri) dan Bupati Samosir, Vandiko Gultom, dalam acara Punguan Raja Urang Pardosi di Kecamatan Pangaribuan, Kabupaten Tapanuli Utara. (Foto: Raidon Gultom) Pesan itu disampaikan Miranda, perempuan Batak yang berhasil menjadi profesor ekonomi di Universitas Indonesia, ketika berpidato mewakili pihak boru dalam acara pelantikan pengurus Punguan Raja Urang Pardosi (Datu Tambun), sebuah organisasi marga Gultom, di Desa Parlombuan, Kecamatan Pangaribuan, Kabupaten Tapanuli Utara, Provinsi Sumatra Utara, 29 Juli 2022. Sebelum berbicara tentang kedua topik tersebut, marga Batak dan gelar akademis, Miranda terlebih dahulu mengata...

Jejak Jahat Hayun Gultom

Yang empunya tabloid Batak Raya , Hayun Gultom, pernah menjadi wartawan bedebah dan aktivis bajingan. Dalam sakunya ada jutaan rupiah uang tutup mulut dari pejabat bejat, tetapi dia mesti meminjam Rp200 ribu duit halal untuk membeli susu bagi anaknya. Dia berupaya agar terbebas dari simpul mati kemunafikan kaum “maling berteriak maling” di dunia aktivisme dan jurnalisme. ⸻⸻ Peringatan: karya tulis jurnalistik yang berupa memoar ini amat panjang sehingga Anda perlu waktu senggang untuk menakliknya dengan tenang.  Kalau Anda taksetuju dengan laku lancung oknum aktivis dan jurnalis pemeras, sebarkanlah tulisan ini kepada publik lewat Facebook, grup WhatsApp, dsb. Hayun Gultom duduk beristirahat dalam perjalanan turun di Gunung Pusuk Buhit di Kabupaten Samosir, 2013. (Foto: arsip Koran Toba ) Suatu malam pada Maret 2016 Hayun Gultom singgah di tempat saya di Balige, Kabupaten Toba, dalam perjalanan dari Kabupaten Samosir menuju ke Kabupaten Tapanuli Utara. Sembari minum kopi, kami pun ...