Langsung ke konten utama

Wakil Bupati Samosir Mencela Program Bupati

Simanindo, Batak Raya — Bupati Samosir, Vandiko Gultom, sering turun tangan ke desa-desa dalam kegiatan yang dinamai Bunga Desa, kependekan dari “Bupati ngantor di desa.” Namun, program Bupati dengan akronim lebay itu justru dikecam oleh Wakil Bupati Samosir, Martua Sitanggang, dalam hal konsep serta pendanaan.

Wakil Bupati Samosir, Martua Sitanggang, dalam kegiatan Bunga Desa di Ambarita, Kecamatan Simanindo. (Foto: Hayun Gultom)

“Ini Bunga Desa, Bupati ngantor di desa. Tidak ada Wakil [Bupati] di sini,” kata Martua dalam acara tatap muka dengan masyarakat di Desa Garoga, Kecamatan Simanindo, 21 Februari 2023.

Pada hari itu Martua melaksanakan program Bunga Desa di dua tempat, Desa Garoga dan Desa Ambarita, karena Bupati Vandiko berhalangan. Rangkaian acara Bunga Desa di Garoga dan Ambarita sama seperti acara Bunga Desa sebelumnya di desa-desa lain. Ada pembagian pupuk cair, pemberian hadiah kepada anak sekolah, makan-makan, dan nyanyi-nyanyi.

Pidato Wakil Bupati Samosir yang mencela program Bunga Desa pun muncul ketika dia berkunjung ke Desa Ambarita. Di hadapan warga setempat, Martua mempersoalkan pembiayaan kegiatan rutin Bunga Desa. “Biaya dari mana ini? Bukan sedikit ini. Jangan membebani kepala desa,” katanya.

Memang belakangan ini timbul kabar bahwasanya program Bunga Desa dibiayai dari kantong pribadi kepala desa, seperti untuk ongkos teratak, makanan, dan minuman para peserta, termasuk rombongan pejabat Pemerintah Kabupaten Samosir. Namun, belum ada kepala desa yang mengakuinya secara terang-terangan.

Wakil Bupati Martua Sitanggang juga mengaku tidak tahu apa tujuan Bunga Desa, dan menyebut program ini tidak berbeda jauh dengan musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang). “Konsep Bunga Desa, saya tidak tahu isinya apa. Isinya apa? Padahal musrenbang desa sudah ada. Semua kegiatan desa di tiap kecamatan sudah ada di musrenbang,” katanya.

Karena itu, menurut Martua, program Bunga Desa lebih cocok disebut tatap muka pemimpin dengan warganya untuk mendengarkan aspirasi. Pemimpin pun dapat menyampaikan informasi yang tidak dibahas dalam musrenbang desa, seperti anggaran yang akan dikucurkan dari APBN.

Kemudian Martua Sitanggang mengatakan terdapat dana APBN Rp32 miliar yang akan turun ke Samosir untuk pembangunan pantai Danau Toba. Maka itu, dia menyuruh Camat Simanindo, Hans Sidabutar, melihat titik lokasi pantai yang tepat untuk dibangun dengan kriteria, antara lain, tidak ada bangunan di sepanjang pantai, dan pantai dimaksud mesti berpasir serta tidak berlumpur.

Dalam pertemuan Bunga Desa ini Wakil Bupati Samosir juga menanggapi keluhan masyarakat soal lampu jalan yang belum menyala di ruas jalan nasional di Ambarita. Menurut Wakil Bupati, lampu tersebut masih merupakan kewenangan pemerintah pusat, dan saat ini Pemkab Samosir sedang menunggu serah terimanya. “Setelah itu, barulah kita perbaiki mana lampu yang tidak menyala,” katanya.

Lalu Martua Sitanggang menjawab seorang warga yang meminta ruas jalan di Desa Ambarita ditingkatkan. Kata Martua, karena kemampuan APBD Kabupaten Samosir sangat terbatas, untuk saat ini Pemkab hanya bisa mengerjakan jalan dengan campuran pasir dan batu (sirtu).

Akan tetapi, lagi-lagi Martua menyindir program “sirtu(n)isasi” Bupati Vandiko Gultom. “Jangan sirtunisasi. Yang benar sirtu, bukan sirtunisasi,” kata Martua.

“Sirtu itu 60 banding 40. Batu 60 persen, tanah pasir 40 persen. Jangan terbalik. Kalau terbalik, bukan sirtu namanya, menjadi buntak nanti.”

Dalam salah satu kegiatan Bunga Desa, Bupati Vandiko Gultom pernah mengatakan tujuan programnya itu ialah untuk memangkas birokrasi pelayanan masyarakat desa agar lebih cepat dan efisien. Contohnya, dalam acara Bunga Desa ada pengurusan perizinan usaha, pelayanan kesehatan, dan pembuatan KTP langsung di tempat.

Tentang pendanaan Bunga Desa seperti dikritik Wakil Bupati, Batak Raya memperoleh informasi dari Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Kabupaten Samosir, Rajoki Simarmata. Ternyata, “Anggaran untuk Bunga Desa itu tidak ada dalam APBD,” katanya saat ditanya lewat telepon, 22 Februari 2023. Dia juga menyebut adanya dana Rp100 juta per desa yang bersumber dari Dinas Pariwisata, Dinas Pertanian, serta Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang dalam bentuk pembangunan infrastruktur desa.

Perihal penamaan Bunga Desa, ada warga media sosial yang menyebutnya “cocoklogi”, hal yang terlalu dipaksakan agar terdengar indah. Soalnya, Bupati Vandiko Gultom adalah laki-laki, sedangkan kata bunga berkonotasi feminin. Jadi, ungkapan Bunga Desa dinilai tidak serasi.

Dalam pandangan Jarar Siahaan, bahasawan radikal di Balige, Kabupaten Toba, kalimat “Bupati ngantor di desa” juga tidak cocok dipakai sebagai nama program resmi pemerintah, karena tidak mencerminkan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar. “Ejaan yang baku ‘Bupati berkantor di desa’, bukan ngantor,” kata wartawan cum editor bahasa, yang kerap berbagi pengetahuan tata bahasa Indonesia lewat Twitter, itu kepada Batak Raya via telepon, 22 Februari 2023.

Jarar pun menganjurkan agar jawatan pemerintah daerah menghindari pembentukan akronim baru, karena dari sisi linguistik, akronim tergolong limbah bahasa. “Awalnya akronim dipakai militer dan polisi untuk kerahasiaan. Kemudian lembaga pemerintah sipil mengekor, dan media massa ikut pula mengarang akronim baru,” katanya.

Dia mencontohkan akronim yang taksesuai dengan kaidah morfologi dan seharusnya dihindari, yaitu “Jagung” dan “Waka Jagung” untuk menyebut pejabat Jaksa Agung dan wakilnya. “Ada pula akronim yang takpeka agama, seperti ‘markus’ untuk makelar kasus, dan ‘petrus’ untuk penembak misterius,” kata Jarar Siahaan. “Jadi, pejabat publik harus cermat berpikir sebelum memakai akronim.” ❑

Postingan populer dari blog ini

Ayah Bripka Arfan Saragih: Belum Ada Hasil Autopsi, Kok Dinyatakan Bunuh Diri?

PANGURURAN, Batak Raya—Kematian anggota Polres Samosir Bripka Arfan Saragih (36 tahun) dinilai tidak wajar oleh keluarganya. Mereka mengatakan ada sejumlah kejanggalan pada jasad Arfan, dan mereka tidak percaya kepada pernyataan polisi bahwa Arfan meninggal tersebab bunuh diri. Jeni Simorangkir, istri almarhum Bripka Arfan Saragih, setelah mendatangi Polres Samosir bersama penasihat hukumnya. (Foto: Hayun Gultom) Hal tersebut dikatakan oleh ayah Bripka Arfan Saragih, Fince Saragih, dan istri almarhum, Jeni Simorangkir, kepada Batak Raya dalam dua kesempatan wawancara di Pangururan, Kabupaten Samosir, Provinsi Sumatra Utara. Menurut Fince Saragih, saat jenazah putranya ditemukan oleh polisi pada 6 Februari 2023 di Hutaginjang, Sianjurmulamula, Samosir, kondisinya sangat mengenaskan. Fince melihat sebelah wajah anaknya menghitam. Kupingnya berdarah. Bagian belakang kepalanya juga berdarah dan melunak. Pada lehernya terdapat luka tusuk dan “seperti terbakar.” Dengan kondisi seperti itu,

DPRD Samosir Akan Panggil Samsat Pangururan soal Korupsi Pajak Ratusan Warga

PANGURURAN, Batak Raya—DPRD Kabupaten Samosir telah menanggapi surat permintaan rapat dengar pendapat (RDP) dari Franki Rajagukguk, pengamat hukum di Pangururan, terkait dengan ratusan warga yang sejak tahun 2018 ditipu beberapa oknum pegawai korup di Unit Pelaksana Teknis Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap (UPT Samsat) Pangururan pada Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Provinsi Sumatra Utara. Ketua DPRD Kabupaten Samosir, Sorta Ertaty Siahaan. (Foto: Hayun Gultom) Franki Rajagukguk menyampaikan suratnya kepada DPRD Kabupaten Samosir pada 16 Maret 2023. Empat hari berselang, Senin, 20 Maret, Ketua DPRD Sorta Ertaty Siahaan langsung merespons permintaan RDP itu dengan memimpin rapat Badan Musyawarah di kantor Dewan. Badan Musyawarah DPRD Samosir akan memanggil Samsat Pangururan dan Bapenda Sumut untuk menghadiri rapat dengar pendapat, yang dijadwalkan berlangsung 4 April 2023 di gedung DPRD Samosir. Selain Samsat dan Bapenda, pihak Polres Samosir dan Bank Sumut juga akan dipanggil u