Pangururan, Batak Raya — Hubungan Wakil Bupati Samosir, Martua Sitanggang, dengan Bupati Vandiko Gultom sudah tidak harmonis, dan dia menentang beberapa kebijakan publik Vandiko. Menurut Martua, ada kebijakan Pemkab Samosir yang kurang tepat, tetapi itu bukan pikiran murni Bupati Vandiko, melainkan gagasan orang tertentu di luar pemerintahan.
Martua Sitanggang, Wakil Bupati Samosir. (Foto: Hayun Gultom) |
“Orang sebaik Bupati, seandainya tidak ada pihak luar yang mencampuri pekerjaannya, saya pastikan tidak ada masalah di kabupaten ini seperti sekarang. Saya jamin itu,” kata Martua Sitanggang kepada Batak Raya di rumah dinasnya di Pangururan, Samosir, Sumatra Utara, 20 Oktober 2022.
Meskipun keduanya sering tidak seia sekata dalam pekerjaan memerintah Kabupaten Samosir, Wakil Bupati tetap memuji kepribadian Bupati. “Kalau Bupati, saya pastikan tidak ada niatnya membuat sesuatu yang tidak baik untuk kabupaten ini. Dia itu orang baik, benar-benar orang baik,” kata Martua. Demikian juga sebaliknya, Bupati tetap menaruh perhatian ketika Martua sempat kena sejenis gejala strok pada September 2022 dan diobati oleh Prof. Terawan Agus Putranto di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto, Jakarta.
Menurut cerita Martua, Bupati Vandiko Gultom menyuruh Kepala RSUD Hadrianus Sinaga, dr. Iwan Hartono Sihaloho, memperhatikan Martua selama pengobatan. “Ketika saya di Medan, Kepala Rumah Sakit datang jam 01.00. Saya kaget. ‘Ngapain, Lae?’ tanya saya. ‘Saya disuruh Pak Bupati untuk melihat perkembangan pengobatan Bapak.’ Sewaktu Bupati dan rombongan ke Batam, saya tahu dia agak marah kepada dr. Iwan. ‘Pantau itu Pak Wakil. Itu pimpinanmu. Pantau sampai ke mana.’ Saat itu dr. Iwan langsung ke Jakarta melihat saya,” kata Martua.
Tentang “pihak luar yang mencampuri pekerjaan Bupati,” Martua Sitanggang mengatakan tidak sedikit kepala daerah di Indonesia yang tersandung masalah karena orang dekat atau kerabatnya turut campur dalam tugasnya. Misalnya, suatu kebijakan kepala daerah bisa dilakukan atau batal dilakukan karena pengaruh istrinya.
“Yang begini sering terjadi dan banyak,” katanya. “Ada juga bupati yang dipengaruhi, bahkan diatur, oleh mertua. Kalau [seorang PNS] mau jadi kepala dinas, yang dijumpai mertuanya. Kalau mertuanya setuju, sudah, jadilah itu.”
Selain itu, kata Martua Sitanggang pada ujung wawancara, “Ada satu lagi. Bukan cuma yang diatur mertua, ada juga bupati yang diatur orang tuanya. Ha-ha-ha, ayo makan dulu.” ❑