Langsung ke konten utama

Wakil Bupati Samosir: Kalau Saya Jawab, Bungkam Semua, Pasti!

Pangururan, Batak Raya — “Rencana kerja tahunan PUPR itu ada enggak long beach? Itu yang perlu diketahui. Tapi, kebetulan Kepala Dinas PUPR tidak hadir,” kata Wakil Bupati Samosir, Martua Sitanggang, saat mulai menjawab pertanyaan para wartawan dalam jumpa pers di aula kantor Bupati Samosir di Jalan Rianiate, Pangururan, Kabupaten Samosir, Provinsi Sumatra Utara, 26 April 2022.

Dari kiri, Bupati Vandiko Gultom, Wakil Bupati Martua Sitanggang, dan Pj. Sekda Hotraja Sitanggang dalam acara jumpa pers. (Foto: Hayun Gultom)

Berikut jawaban Wakil Bupati Samosir selengkapnya yang dicatat oleh Batak Raya.

Ada RPJMD, ada lagi kerja tahunan. Seluruh SKPD ada itu. Perencanaan yang baik itu pasti hasilnya baik. Tetapi, kalau perencanaan itu sembrono, hasilnya pun tidak akan baik. Bisa catat itu.

Jadi, masalah long beach itu, sepuluh program prioritas Kabupaten Samosir, ada memang di situ peningkatan pariwisata. Cuma, detailnya setiap tahun anggaran harus dibedah di seluruh SKPD. Adakah itu?

Ini simpang siur sekarang masalah sirtuisasi. Sirtuisasi itu harus terprogram sehingga kita tahu apa output-nya. Bagaimana alat-alat berat bekerja di lapangan. Berapa jam satu alat. Dalam satu jam itu berapa jalan yang dibuka. Kami awasi nanti Kadis PUPR. Harus terukur nanti hasilnya. Kalau, misalnya, delapan alat membutuhkan minyak berapa. Berapa gaji operatornya. Apa yang dikerjakan, buka jalan barukah atau hanya memuluskan jalan kabupaten supaya tidak bergelombang.

Makanya, saya sudah sarankan ke PUPR, terprogram, supaya tahu kita. Kalau wartawan bertanya, kita bisa jawab. Saya sebagai pengawasan pun bisa saya uraikan supaya kami jangan di-bully habis. Kalau memang tidak benar, kita perbaiki. Kita tidak takut kita salah. Tidak ada di sini yang super. Pasti setiap manusia punya kelemahan dan kelebihan.

Saya secara pribadi paling senang dikritik sepanjang itu kritik membangun. Kami sebagai pimpinan daerah siap menerimanya dan siap verifikasi. Tetapi, kalau kritik tidak membangun, mengadu domba, saya tidak suka kawan seperti ini. Saya sudah banyak menghadapi wartawan di kota. Yang ganas pun ada. Macam-macam wataknya.

Saat pembicaraan akan beralih pada topik pariwisata, tiba-tiba seorang wartawan mengatakan kepada Wakil Bupati Samosir, Martua Sitanggang, “Sesekali dibalaslah komen-komen di WA [WhatsApp] grup itu, Pak.” Martua pun menjawabnya.

Kalau di WA itu, kadang saya buka, tapi tidak saya lihat [tidak diklik], karena menurut saya, di WA itu ada positifnya, ada juga negatifnya. Kalau sempat saya jawab, akan bungkam semua itu yang di WA itu. Pasti! Saya nyatakan bungkam!

Saya siap dikritik. Siapa yang tidak senang dan belum puas bertanya, saya siap menerima di ruangan saya. Supaya puas para wartawan, saya siap klarifikasi kapan pun demi memajukan Kabupaten Samosir yang kita cintai ini. Kan, itu tujuan kita, bukan untuk mengintimidasi dan bukan untuk menghakimi.

Di WA itu banyak juga menghakimi. Jadi, saya tidak mau baca-baca itu. Tapi, kadang kalau tidak bisa tidur sudah jam 12 [malam], baca-baca saja dikit-dikit supaya bisa tidur.

Memang ada wartawan menelepon saya, mau wawancara. Bukan saya tidak mau. Kalau ada yang disampaikan, mau tanyakan, apakah itu kritikan, datang ke ruangan saya. Kalau belum puas, datang ke ruangan saya, klarifikasi saya.

Pemimpin yang baik itu siap dikritik dan siap memperbaiki kalau ada kekurangan. Begitu! Kalau kita biarkan yang salah, nanti Bupati juga yang disalahkan. Kalau Bupati disalahkan, saya juga ikut salah, karena kami satu paket.

Kemudian seorang wartawan bertanya, "Jadi, long beach itu, Pak, proyek dari mana?” Ada juga wartawan lain menanyakan papan proyek pekerjaan long beach. Wakil Bupati Martua Sitanggang pun menjawabnya.

Itu adalah swakelola PUPR. Tapi, sampai sekarang saya pun belum tahu perencanaannya itu bagaimana. Kajiannya apa, penyelesaiannya sampai kapan, dan segala macamnya itu saya enggak ikut campur. Tapi, jelas itu tertulis dua kilometer, ada ditandatangani Pak Bupati. Kalau ada yang mengatakan 22 kilometer, itu keliru.

Swakelola tidak perlu papan proyek. Itu ada diatur dalam perpres. Tapi, walaupun swakelola, hitungannya juga harus jelas. Kalau long beach ini, saya enggak tahu bagaimana hitungannya ini. Kurang jelas juga ini.

Saya periksa juga nanti itu PUPR, karena banyak orang bilang swakelola ini banyak permainan. Misalnya, berapa BBM-nya per jam. Dibilang delapan jam kerja, padahal cuma empat jam. Diambilnya empat jam.

iklan

iklan

Postingan populer dari blog ini

Ayah Bupati Samosir: Harusnya Saya Dikonfirmasi, Bukan Bupati

Pangururan, Batak Raya — Wartawan bercekcok mulut dengan Ober Gultom, ayah Bupati Samosir, dalam grup WhatsApp. Lantas ketua organisasi media siber menyurati Bupati untuk konfirmasi. “Jadi, kalau nanti ada keluarga saya berdebat dengan mereka, lalu saya juga yang dikonfirmasi? Wah, keterlaluan!” kata Bupati Vandiko Gultom. Ober Gultom, ayah Bupati Samosir, Vandiko Gultom. (Foto: arsip pribadi) Dalam beberapa hari terakhir ini sejumlah media siber di Provinsi Sumatra Utara memberitakan Ketua Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Kabupaten Samosir, Tetty Naibaho, yang mengirim surat konfirmasi bertanggal 30 Mei 2022 kepada Bupati Samosir, Vandiko Gultom, tentang ayahnya sendiri, Ober Gultom, yang berbantah dengan wartawan di sebuah WhatsApp group (WAG) bernama Samosir Negeri Indah (SNI). Dalam surat yang juga ditujukan kepada Sekda Kabupaten Samosir itu Tetty menulis, “… Saudara Ober Gultom yang memberikan komentar terkait pemberitaan ‘Sampah di TPA’ dengan mengusulkan salah seorang tena

Sipalangnamora dan Datu Tambun

Riwayat Raja Sipalangnamora, nenek moyang marga Gultom, dan kisah salah satu putranya, Datu Tambun, pernah saya tulis bersama dengan wartawan Ramses Simanjuntak (almarhum) dalam dua artikel berjudul “Sipalangnamora dan Lima Kendi” serta “Sipalangnamora yang Kaya, Datu Tambun yang Sakti” dalam tabloid Pos Roha pada Juni 2015. Sebagian isi kedua tulisan itu diterbitkan ulang di Batak Raya seperti berikut. Keturunan Raja Sipalangnamora Gultom menziarahi pusara Sipalangnamora dan keempat putranya di Onanrunggu, Samosir, pada 2015, dan kemudian membangun kuburan leluhur mereka itu. (Foto: tabloid Pos Roha/reproduksi) Kata batak , dengan huruf b kecil, dalam ragam bahasa sastra memiliki makna ‘petualang’ atau ‘pengembara’, dan kata turunan membatak berarti ‘bertualang’ atau ‘mengembara’. Klan besar Gultom juga melanglang hingga beranak pinak di pelbagai wilayah, seperti halnya marga Batak Toba yang lain. [Baca juga: Miranda Gultom Bicara Marga, Gelar Sarjana, dan Suara Keras Orang Batak

Miranda Gultom Bicara Marga, Gelar Sarjana, dan Suara Keras Orang Batak

Pangaribuan, Batak Raya—Miranda Swaray Goeltom, yang lebih dikenal dengan nama Miranda Gultom, 73 tahun, mantan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, bercerita tentang adanya orang Batak yang malu memakai marganya. Dia juga mengimbau generasi muda Batak agar bekerja menjadi petani, dan jangan semata-mata mengejar gelar kesarjanaan atau menjadi pejabat. Miranda Gultom (kiri) dan Bupati Samosir, Vandiko Gultom, dalam acara Punguan Raja Urang Pardosi di Kecamatan Pangaribuan, Kabupaten Tapanuli Utara. (Foto: Raidon Gultom) Pesan itu disampaikan Miranda, perempuan Batak yang berhasil menjadi profesor ekonomi di Universitas Indonesia, ketika berpidato mewakili pihak boru dalam acara pelantikan pengurus Punguan Raja Urang Pardosi (Datu Tambun), sebuah organisasi marga Gultom, di Desa Parlombuan, Kecamatan Pangaribuan, Kabupaten Tapanuli Utara, Provinsi Sumatra Utara, 29 Juli 2022. Sebelum berbicara tentang kedua topik tersebut, marga Batak dan gelar akademis, Miranda terlebih dahulu mengata