Langsung ke konten utama

Mantan Ketua DPRD Samosir: Perempuan Anggota Dewan Harus Siap Di-bully

Pangururan, Batak Raya — Ruspita Manurung bertanya kepada mantan ketua DPRD Kabupaten Samosir, Rismawati Simarmata, apa dan bagaimana kiat supaya bisa terpilih sebagai anggota DPRD dalam pemilu legislatif. “Apakah harus banyak uang?” tanya Ruspita.

Rismawati Simarmata (kiri) dan Ruspita Manurung. (Foto: Hayun Gultom)

Rismawati Simarmata menjawab bahwa dalam pertarungan politik, uang memang penting, tetapi bukan segalanya. Modal paling utama bagi perempuan yang terjun ke dunia politik, menurut Rismawati, adalah kesiapan mental.

“Perempuan menjadi anggota Dewan harus siap di-bully,” kata Rismawati. “Sepertinya Ibu Ruspita ini mau mencalonkan di 2024. Saingan berat ini kalau satu dapil.”

Tanya jawab kedua perempuan itu, Ruspita Manurung dan Rismawati Simarmata, terungkap dalam acara dialog interaktif pada perayaan Hari Kartini yang dilaksanakan oleh Komite Masyarakat Danau Toba (KMDT) di Hotel Vantas di Desa Sialanguan, Kecamatan Pangururan, Kabupaten Samosir, Provinsi Sumatra Utara, pada 21 April 2022. Berbagai peran perempuan dalam politik, rumah tangga, dan adat dibahas dalam acara itu.

Menurut Ruspita Manurung, pensiunan PNS dengan jabatan terakhir sekretaris Dinas Perpustakaan dan Aset Daerah Kabupaten Samosir, peran dan posisi perempuan dalam perpolitikan di Samosir sudah makin diperhitungkan. Pada pemilihan legislatif yang lalu ada enam orang perempuan yang mendapat kursi di DPRD Kabupaten Samosir dari total 25 anggota Dewan. “Untuk pemilihan nanti, perempuan bisa 30 persen di DPRD,” katanya.

Sebagai pengurus salah satu organisasi perempuan di Kabupaten Samosir, Ruspita Manurung juga mengingatkan kaum istri dalam hal berumah tangga. “Sekalipun laki-laki lahir dari rahim perempuan, tetapi kita harus ingat bahwa perempuan itu tercipta dari rusuk laki-laki. Maka, perempuan [istri] harus tetap di bawah laki-laki [suami], tidak boleh di atas,” katanya.

iklan

iklan

Postingan populer dari blog ini

Ayah Bupati Samosir: Harusnya Saya Dikonfirmasi, Bukan Bupati

Pangururan, Batak Raya — Wartawan bercekcok mulut dengan Ober Gultom, ayah Bupati Samosir, dalam grup WhatsApp. Lantas ketua organisasi media siber menyurati Bupati untuk konfirmasi. “Jadi, kalau nanti ada keluarga saya berdebat dengan mereka, lalu saya juga yang dikonfirmasi? Wah, keterlaluan!” kata Bupati Vandiko Gultom. Ober Gultom, ayah Bupati Samosir, Vandiko Gultom. (Foto: arsip pribadi) Dalam beberapa hari terakhir ini sejumlah media siber di Provinsi Sumatra Utara memberitakan Ketua Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Kabupaten Samosir, Tetty Naibaho, yang mengirim surat konfirmasi bertanggal 30 Mei 2022 kepada Bupati Samosir, Vandiko Gultom, tentang ayahnya sendiri, Ober Gultom, yang berbantah dengan wartawan di sebuah WhatsApp group (WAG) bernama Samosir Negeri Indah (SNI). Dalam surat yang juga ditujukan kepada Sekda Kabupaten Samosir itu Tetty menulis, “… Saudara Ober Gultom yang memberikan komentar terkait pemberitaan ‘Sampah di TPA’ dengan mengusulkan salah seorang tena

Sipalangnamora dan Datu Tambun

Riwayat Raja Sipalangnamora, nenek moyang marga Gultom, dan kisah salah satu putranya, Datu Tambun, pernah saya tulis bersama dengan wartawan Ramses Simanjuntak (almarhum) dalam dua artikel berjudul “Sipalangnamora dan Lima Kendi” serta “Sipalangnamora yang Kaya, Datu Tambun yang Sakti” dalam tabloid Pos Roha pada Juni 2015. Sebagian isi kedua tulisan itu diterbitkan ulang di Batak Raya seperti berikut. Keturunan Raja Sipalangnamora Gultom menziarahi pusara Sipalangnamora dan keempat putranya di Onanrunggu, Samosir, pada 2015, dan kemudian membangun kuburan leluhur mereka itu. (Foto: tabloid Pos Roha/reproduksi) Kata batak , dengan huruf b kecil, dalam ragam bahasa sastra memiliki makna ‘petualang’ atau ‘pengembara’, dan kata turunan membatak berarti ‘bertualang’ atau ‘mengembara’. Klan besar Gultom juga melanglang hingga beranak pinak di pelbagai wilayah, seperti halnya marga Batak Toba yang lain. [Baca juga: Miranda Gultom Bicara Marga, Gelar Sarjana, dan Suara Keras Orang Batak

Miranda Gultom Bicara Marga, Gelar Sarjana, dan Suara Keras Orang Batak

Pangaribuan, Batak Raya—Miranda Swaray Goeltom, yang lebih dikenal dengan nama Miranda Gultom, 73 tahun, mantan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, bercerita tentang adanya orang Batak yang malu memakai marganya. Dia juga mengimbau generasi muda Batak agar bekerja menjadi petani, dan jangan semata-mata mengejar gelar kesarjanaan atau menjadi pejabat. Miranda Gultom (kiri) dan Bupati Samosir, Vandiko Gultom, dalam acara Punguan Raja Urang Pardosi di Kecamatan Pangaribuan, Kabupaten Tapanuli Utara. (Foto: Raidon Gultom) Pesan itu disampaikan Miranda, perempuan Batak yang berhasil menjadi profesor ekonomi di Universitas Indonesia, ketika berpidato mewakili pihak boru dalam acara pelantikan pengurus Punguan Raja Urang Pardosi (Datu Tambun), sebuah organisasi marga Gultom, di Desa Parlombuan, Kecamatan Pangaribuan, Kabupaten Tapanuli Utara, Provinsi Sumatra Utara, 29 Juli 2022. Sebelum berbicara tentang kedua topik tersebut, marga Batak dan gelar akademis, Miranda terlebih dahulu mengata