Langsung ke konten utama

Robema, Roma Hamu, Ngarobe

Pangururan, Batak Raya — Tiga orang ibu tengah duduk santai di teras rumah yang dijadikan homestay, penginapan untuk turis, di kampung Lumban Sinabang, Dusun II, Desa Lumban Suhisuhi Toruan, Kecamatan Pangururan, Kabupaten Samosir, Provinsi Sumatra Utara, Senin, 2 Mei 2022. Ketiga orang perempuan itu, yaitu boru Pandiangan, boru Sijabat, dan boru Purba, rumahnya dijadikan homestay atas bantuan pemerintah.

Tiga ibu pengusaha homestay, dari kiri, boru Purba, boru Sijabat, dan boru Pandiangan. (Foto: Hayun Gultom)

Pada hari libur Lebaran ini homestay milik mereka ternyata sudah terisi semuanya. “Kalau siang, mereka [tamu yang menginap] pergi jalan-jalan. Nanti menjelang malam baru pulang,” kata boru Purba kepada Batak Raya. Dia mengatakan tamunya orang India, yang sudah dua hari menginap.

Pada awalnya perbincangan ketiga perempuan pengusaha homestay ini adalah tentang nama homestay mereka, tetapi terputus karena kedatangan Batak Raya, yang mereka kira tamu yang hendak menginap.

“Memang sudah saatnya homestay di sini dibuatkan nama. Di sini saja ada delapan homestay yang berdekatan. Kadang tamu bingung mengatakan menginap di homestay yang mana, di sebelah mana, padahal warnanya sama semua,” kata boru Sijabat.

Kemudian dijawab oleh boru Pandiangan, “Memang sudah dibilang orang Dinas Pariwisata supaya kita buat namanya. Karena itu, datanglah anakku, dibilangnya supaya nama homestay ini nanti dibikin Robema.”

Boru Purba pun spontan merespons, “Cocok, ya. Sesuai, bah. Kalau aku nanti…”

Tapi, tiba-tiba kalimatnya langsung disela oleh boru Sijabat. “Kalau aku, Roma Hamu, biar mirip. Kan, berdekatan,” katanya sambil tertawa.

Boru Purba tidak mau kalah, dan dia melanjutkan kalimatnya tadi. Sambil tertawa dia mengatakan, “Kalau begitu, aku pun kubikinlah, bah, Ngarobe. Pokoknya ada ‘ro’-nya. Kan, begitu.”

 Dari kiri, Boyan Sitohang, warga setempat; Parasian Sinaga, pegawai Dinas Pariwisata; dan Ali-San, tamu yang menginap di homestay. (Foto: Hayun Gultom)

Ketiga perempuan itu terlihat riang gembira. Wajar saja, karena pada hari pertama liburan Lebaran tahun ini sebanyak tujuh belas homestay yang ada di seluruh Lumban Suhisuhi Toruan sudah hampir semuanya terisi tamu.

Menurut boru Pandiangan, bukan hanya pada hari libur ada tamu di sana. Pada hari biasa pun ada juga tamu yang menginap, tapi tidak sebanyak pada hari Lebaran ini.

“Ada juga tamu yang tidak mau menginap karena pakai tikar. Tidak semua homestay di sini dilengkapi fasilitas tempat tidur,” kata boru Purba.

Di kampung ini homestay yang berupa rumah adat Batak berbeda dengan homestay rumah beton. Pada homestay rumah beton, tamu menyewa satu atau beberapa kamar tidur, dan mereka tinggal bersama dengan pemilik rumah. Sedangkan di homestay rumah adat, tamu menyewa satu rumah sekaligus, tetapi pemilik rumah tidak ikut tinggal di sana. Satu rumah adat bisa ditempati tamu hingga sepuluh orang. Tidak ada ruang kamar di dalamnya, sebagaimana rumah adat Batak Toba yang asli.

 Lokasi homestay di Desa Lumban Suhisuhi Toruan, Pangururan, Samosir. (Foto: Hayun Gultom)

Wartawan Batak Raya mendatangi salah satu homestay rumah adat yang disewa oleh Ali-San bersama dengan delapan orang temannya. Mereka baru datang dari Medan untuk berlibur ke Samosir. Menurut Ali-San, dia senang melihat homestay dan lingkungan kampung di sana yang bersih. “Ya, saya suka. Tempatnya bersih dan benar-benar asri. Kita kayak bukan tamu, kayak warga sini,” katanya.

Harga sewa homestay di kampung ini tidak dipatok, tergantung pada kesepakatan tamu dan pemilik rumah. Contohnya, satu rumah adat Batak bisa disewa hanya Rp500 ribu untuk ditempati sepuluh orang.

Postingan populer dari blog ini

Membongkar Kejanggalan Berita Polisi dan Forensik “Bripka Arfan Saragih Bunuh Diri”

LAPORAN MENDALAM, BATAK RAYA—Polisi merilis informasi bahwa Bripka Arfan Saragih mati bunuh diri dengan minum sianida terkait dengan kasus korupsi miliaran rupiah di Samsat Pangururan, Samosir, Sumatra Utara. Batak Raya menelaah keterangan polisi dan dokter autopsi, juga penjelasan ahli forensik digital, kemudian melakukan penelusuran dan verifikasi ke pelbagai pihak. Hasilnya, beberapa informasi versi aparat patut dicurigai karena mengandung kejanggalan, yang bisa mengarah ke dugaan pengacara keluarga Arfan bahwa polisi berusia 36 tahun itu sengaja dibunuh untuk memutus mata rantai pengungkapan kasus korupsi sejak 2018 di Samsat Pangururan. Berikut hasil reportase mendalam Batak Raya , yang boleh Anda bagikan ke media sosial, atau dikutip ke media siber. Selamat membaca. Tempat kejadian perkara di objek wisata Bukit Gonting difoto pada Jumat, 31 Maret 2023. Lokasi sepeda motor Bripka Arfan (markah 1) terlihat dari jalan. Lokasi mayatnya ditemukan (markah 2) terhalang batu besar. (Foto

Ayah Bupati Samosir: Harusnya Saya Dikonfirmasi, Bukan Bupati

Pangururan, Batak Raya — Wartawan bercekcok mulut dengan Ober Gultom, ayah Bupati Samosir, dalam grup WhatsApp. Lantas ketua organisasi media siber menyurati Bupati untuk konfirmasi. “Jadi, kalau nanti ada keluarga saya berdebat dengan mereka, lalu saya juga yang dikonfirmasi? Wah, keterlaluan!” kata Bupati Vandiko Gultom. Ober Gultom, ayah Bupati Samosir, Vandiko Gultom. (Foto: arsip pribadi) Dalam beberapa hari terakhir ini sejumlah media siber di Provinsi Sumatra Utara memberitakan Ketua Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Kabupaten Samosir, Tetty Naibaho, yang mengirim surat konfirmasi bertanggal 30 Mei 2022 kepada Bupati Samosir, Vandiko Gultom, tentang ayahnya sendiri, Ober Gultom, yang berbantah dengan wartawan di sebuah WhatsApp group (WAG) bernama Samosir Negeri Indah (SNI). Dalam surat yang juga ditujukan kepada Sekda Kabupaten Samosir itu Tetty menulis, “… Saudara Ober Gultom yang memberikan komentar terkait pemberitaan ‘Sampah di TPA’ dengan mengusulkan salah seorang tena

Perjuangan Ibu Tristan Melawan Kejahatan Guru

Sitiotio, Batak Raya — Ketika masih berumur satu bulan, Tristan Tamba pernah berak darah, dan sejak saat itu hingga sekarang dia sering jatuh sakit. Kini Tristan sudah duduk di bangku kelas 3 Sekolah Dasar Negeri 14 di Desa Janji Maria, Kecamatan Sitiotio , Kabupaten Samosir, Provinsi Sumatra Utara. Namun, belakangan ini dia tidak mau masuk sekolah karena sangat takut melihat wali kelasnya yang jahat. Heddi Maulina Hutabarat menangis saat diwawancarai wartawan di Kecamatan Sitiotio, Kabupaten Samosir. (Foto: Hayun Gultom) Ibu Tristan, Heddi Maulina Hutabarat (33 tahun), yang tinggal di Dusun Dua, Desa Janji Maria, dari jauh hari sudah memberi tahu guru-guru di sekolah itu bahwa anaknya sakit-sakitan. Bahkan, saat mendaftarkan Tristan di kelas 1, Heddi telah mewanti-wanti para guru agar maklum apabila tiba-tiba Tristan absen karena sakit atau dibawa berobat. Untunglah gurunya bisa memahami kondisi kesehatan Tristan. Selama duduk di kelas 1 hingga kelas 2, Tristan benar-benar diperhatik