Langsung ke konten utama

Siapa pun Bupati Samosir, Sitiotio Tetap Dianaktirikan

Sitiotio, Batak Raya — Marojahan Sinaga, penduduk Desa Sabulan, Kecamatan Sitiotio, Samosir, Sumatra Utara, kecewa berat terhadap Pemerintah Kabupaten Samosir yang sedari dulu tidak menyeriusi pembangunan prasarana di Sitiotio. “Sebenarnya kalau disuruh memilih, kami lebih baik masuk Kabupaten Humbang daripada Kabupaten Samosir,” kata Marojahan kepada Batak Raya di Pangururan, Januari 2023.

J.M.T. Pandiangan, perantau Sitiotio yang berdomisili di Kalimantan, difoto Batak Raya pada Januari 2023 di Samosir. (Foto: Hayun Gultom)

Semenjak Kabupaten Samosir berdiri 19 tahun lalu hingga saat ini, Sitiotio merupakan kecamatan yang pembangunannya paling terbelakang dari sembilan kecamatan di Kabupaten Samosir. Fasilitas umum di Sitiotio, seperti jalan beraspal, lampu jalan, dan air leding, sangat terbatas, bahkan nyaris nihil. Jalan antardesa pun masih banyak yang tidak layak untuk dilintasi sepeda motor, apalagi mobil.

Sitiotio juga sering disebut sebagai daerah buangan bagi aparatur sipil negara (ASN) di jajaran Pemkab Samosir. Pernah seorang ASN, istri politikus di Samosir, dipindahkan ke Sitiotio dan menjadi korban dampak politik pilkada. Bahkan, sulit baginya untuk mendapat rekomendasi dari Pemkab Samosir agar bisa pindah ke daerah lain di luar Samosir meskipun suaminya anggota DPRD.

Minimnya perhatian Pemkab Samosir untuk Kecamatan Sitiotio sudah sering dikeluhkan warga di sana. Mereka juga membandingkan desanya dengan desa yang lebih maju di Kabupaten Humbang Hasundutan, yang berbatasan dengan Sitiotio.

Ketika Batak Raya melakukan perjalanan jurnalistik ke Desa Sabulan, ibu kota Kecamatan Sitiotio, pada Januari 2023 lalu, beberapa orang penduduk setempat mengatakan pembangunan Sitiotio sangat sedikit sejak era bupati pertama, Mangindar Simbolon, yang menjabat dua periode, kemudian Rapidin Simbolon, dan kini Vandiko Gultom. Warga menilai Kecamatan Sitiotio dianaktirikan oleh pemerintah.

Boru Sitinjak, salah satu warga yang diwawancarai di Desa Sabulan, menilai ketiga bupati itu sama saja, tidak peduli membangun Sitiotio. “Dulu ke Janji Raja sudah agak lancar naik sepeda motor, sekarang makin sulit. Itu perubahan?” katanya. “Cobalah naik sepeda motor ke Sipatungan, pasti kalian akan terjatuh dan terlempar.”

Padahal, para calon Bupati Samosir suka berjanji saat berkampanye di Sitiotio, “Kalau saya sudah menang, jalan ini akan saya bangun rabat beton,” kata boru Sitinjak. Buktinya, “Sampai sekarang tidak ada.”

Warga lainnya, Poibe Situmorang, juga mengutarakan kekecewaannya karena jalan dari Kecamatan Harian sampai ke Janji Raja tidak kunjung diperbaiki. “Makanya, Bupati harus diganti. [Namun] siapa pun bupati, tetap saja begitu,” katanya.

Bukan hanya Bupati, anggota DPRD Samosir dari Kecamatan Sitiotio juga dinilai tidak serius membela pembangunan Sitiotio. “Saat mencalonkan, janjinya luar biasa, bahasanya sopan. Tapi, setelah jadi Dewan, lupa,” kata boru Sitinjak.

Menurut Jaulahan Situmorang, warga lain di Kecamatan Sitiotio, pembangunan di desanya akan jauh lebih baik seandainya menjadi bagian dari Kabupaten Humbang Hasundutan.

Usman Sinaga, seorang warga lainnya, sependapat dengan Jaulahan. “Pembangunan di Humbang Hasundutan nyata sudah sampai ke desa-desa,” kata Usman.

Perbandingan kualitas pembangunan desa di Kecamatan Sitiotio dengan desa tetangga di Kabupaten Humbang Hasundutan itu memang benar adanya, seperti yang pernah diterbitkan tabloid Batak Raya pada edisi April 2016 dengan judul “Pembangunan Belum Sampai ke Perbatasan”. Dalam liputan itu wartawan Ramses Simanjuntak menulis, antara lain:

“Janji Raja adalah satu desa di Samosir yang berbatasan langsung dengan Tipang, Kecamatan Bakkara, Kabupaten Humbahas. Kedua desa yang berdampingan ini sama-sama berada di tepi Danau Toba. Sama-sama memiliki panorama yang menakjubkan. Memiliki hubungan dagang dan juga hubungan emosional. Perbatasan Tipang dan Janji Raja sekaligus juga perbatasan Kabupaten Samosir dengan Kabupaten Humbang Hasundutan.”

“Meski berdekatan, kedua desa ini memiliki perbedaan yang sangat mencolok dalam hal pembangunan oleh pemerintah masing-masing. Desa Tipang terlihat jelas kemajuannya dari sisi pariwisata serta ekonomi masyarakatnya, didukung dengan infrastruktur jalan yang memadai. Mobil jenis sedan ceper pun tidak terhalang untuk mengitari kawasan Bakti Raja sampai ke Tipang. Restoran, bengkel, dan fasilitas umum lainnya tidak sulit ditemukan di desa ini. Sedangkan di Janji Raja justru sebaliknya, sangat tertinggal dari sisi pembangunan. Jangankan kendaraan roda empat, roda dua jenis matik pun sangat sulit masuk ke Janji Raja.”

“Seandainya jalan penghubung dari Tipang ke Janji Raja diperbaiki, kemajuan pariwisata di Tipang akan merembes ke Janji Raja, sebab tepi danau di Janji Raja memiliki pemandangan yang luar biasa. Terdapat batu yang tersusun rapi di sepanjang pinggir danau, yang sekilas mirip pemandangan Raja Ampat di Provinsi Papua. Air danau yang jernih. Ada batu-batu besar di pinggir danau, layaknya pulau-pulau kecil.”

Odoria Haro, guru SMP Negeri 1 Sitiotio, Kabupaten Samosir. (Foto: Hayun Gultom)

Dalam liputan pada Januari 2023 lalu, media siber Batak Raya juga mendatangi SMP pertama di Kecamatan Sitiotio yang berada di Kenegerian Tamba, Desa Cinta Maju. Sekolah ini berdiri tahun 1980 oleh Yayasan Raja Tamba Tua, dan kemudian tahun 1990-an berubah menjadi SMP negeri.

Odoria Haro, salah seorang guru di SMP Negeri 1 Sitiotio, dulunya adalah murid pertama di sekolah itu. “Dulu murid sekolah ini 74 orang. Sekarang sudah 276. Bangunan juga dulu cuma ada tiga kelas, bangunan setengah beton,” katanya.

Menurutnya, selama ini para perantau asal Kecamatan Sitiotio, termasuk alumni SMP Negeri 1 Sitiotio, sering memberikan bantuan. Contohnya, baru-baru ini sekolah itu menerima peralatan kantor, meja, dan kursi dari Sopar Monang Tamba, seorang pengusaha di Medan yang kampungnya di Kenegerian Tamba.

Meski begitu, menurut Odoria Haro, SMP Negeri 1 Sitiotio masih kekurangan guru, yaitu guru bahasa Inggris, guru bahasa Indonesia, dan guru muatan lokal.

Dia juga mengatakan tidak ada mobil angkutan umum di sana, dan masih banyak siswanya yang tidak punya sepeda motor, sehingga mereka harus berjalan kaki setiap hari ke sekolah, seperti dari Desa Janji Maria. Memang pada era Bupati Rapidin Simbolon, Pemkab Samosir pernah menyediakan mobil khusus untuk mengangkut anak sekolah di Kecamatan Sitiotio, tetapi sekarang mobil tersebut tidak beroperasi lagi.

Kondisi Sitiotio yang terbelakang dalam pembangunan prasarana ini pun diperhatikan oleh para perantau, salah satunya J.M.T. Pandiangan, yang berasal dari Desa Sabulan dan tinggal di Kalimantan. Dia rajin mengikuti perkembangan informasi tentang kinerja Pemkab Samosir melalui media pers siber dan media sosial. Sesekali dia juga berkomunikasi dengan warga Kabupaten Samosir melalui telepon seluler. Pada Desember 2022 lalu dia dan keluarganya mudik dalam rangka Natal dan Tahun Baru ke kampung halamannya di Desa Sabulan, dan sempat diwawancarai Batak Raya pada Januari 2023.

J.M.T. Pandiangan mengatakan mengenal Bupati Samosir, Vandiko Gultom, dan keluarganya. Pandiangan dan ayah Vandiko, Ober Gultom, sama-sama tinggal di Kalimantan dan sama-sama memiliki usaha bisnis di sana.

Setelah melihat langsung pembangunan yang kurang baik di kampung halamannya, mulai dari Kecamatan Harian sampai ke Kecamatan Sitiotio, pensiunan pegawai Dinas Pekerjaan Umum itu pun menyampaikan kritik terhadap Pemkab Samosir. Salah satunya, dia menyebut beberapa proyek jalan usaha tani yang mutunya tidak bagus dan sudah rusak. Untuk itu, dia mengimbau Pemkab Samosir agar lebih serius membangun infrastruktur di kedua kecamatan tersebut.

Boru Sitinjak, warga Desa Sabulan, Kecamatan Sitiotio, Kabupaten Samosir.

Tentang keluhan penduduk dan perantau Kecamatan Sitiotio ini, Bupati Vandiko Gultom mengatakan jalan dari Harian sampai ke Janji Raja merupakan kewenangan Pemerintah Provinsi Sumatra Utara, bukan lagi kewenangan Pemkab Samosir. Sementara jalan-jalan desa, katanya, tetap dibangun dengan program sirtuisasi. “Tahun 2022 kemarin ada pembangunan jalan di Harian dari Provinsi. Tahun ini juga ada. Tentu tidak sekaligus, tetapi bertahap,” kata Bupati kepada Batak Raya, 26 Januari 2023.

Soal tuduhan warga bahwa wakil rakyat pun tidak peduli akan pembangunan jalan di Sitiotio, salah satu anggota DPRD Kabupaten Samosir, Pantas Marroha Sinaga, mengatakan kepada wartawan, “Tudingan itu salah alamat. Seharusnya ke DPRD Provinsi, karena jalan itu aset Provinsi.”

Tentang pembangunan yang dananya bersumber dari APBD Kabupaten Samosir tahun 2021 dan 2022, kata Pantas, pembangunan di Sitiotio bukanlah yang paling minim dibandingkan kecamatan lain. Walau begitu, dia tidak memungkiri bahwa Kecamatan Sitiotio masih tertinggal. “Tetapi bukan berarti karena Sitiotio dianaktirikan oleh Pemkab dalam hal porsi anggaran untuk pembangunan. Memang anggaran Kabupaten masih sangat terbatas,” katanya.

Untuk tahun 2023 ini, menurut Kepala Badan Perencanaan Pembangunan (Bappeda) Kabupaten Samosir, Rajoki Simarmata, Pemkab akan melakukan pendekatan pembangunan berbasis desa. Setiap desa akan dibangun dari sisi pertanian, pariwisata, dan prasarana. Meskipun dengan dana terbatas, katanya kepada pers, itu merupakan bentuk pendistribusian pembangunan yang lebih berkeadilan.

Pembangunan Kecamatan Sitiotio yang, menurut warga setempat, selalu dikemudiankan ketimbang pembangunan kecamatan lain sebenarnya terbilang berita basi. Sepuluh tahun silam, Maret 2013, contohnya, wartawan veteran Jarar Siahaan, yang kini menjadi konsultan redaksi Batak Raya, sudah pernah menulis laporan khusus soal ketertinggalan Sitiotio sepanjang tujuh halaman tabloid Koran Toba.

Dalam salah satu liputannya berjudul “Kecamatan Sitiotio Bukan untuk PNS Cengeng”, Jarar mengutip ucapan Kepala Seksi Pelayanan Umum di kantor Camat Sitiotio, Magda Sitinjak: “Kami kasihan melihat warga di sini, terlebih-lebih warga Desa Janji Raja dan Desa Holbung. Sekitar 75 persen mereka belum mengambil KTP sampai sekarang, karena mereka mesti menyewa kapal hingga Rp300.000 untuk bisa datang ke sini. Permintaan kami kepada Bapak Bupati supaya akses jalan darat menuju kedua desa itu diperbaiki. Itulah yang sering disampaikan warga Sitiotio kepada kami.”

Bupati yang dimaksud dalam kutipan itu ialah Mangindar Simbolon, yang menjabat untuk periode kedua. Selama masa bakti pertamanya, 2005–2010, Kecamatan Sitiotio “belum sempat” dibangunnya. Demikian juga pada 2010–2015, Sitiotio masih tetap dianaktirikan dalam pembangunan prasarana, terutama jalan umum di pedesaan.

Sekarang Mangindar Simbolon menjadi ketua Tim Bupati untuk Percepatan Pembangunan (TBPP) Kabupaten Samosir dengan gaji Rp17 juta per bulan. Makanya, menarik untuk ditunggu entah apa yang akan disarankannya kepada Bupati Samosir, Vandiko Gultom, untuk mempercepat pembangunan Sitiotio, yang dulu “tidak sempat” dikerjakan Mangindar selama sepuluh tahun menjadi bupati. ❑

iklan

iklan

Postingan populer dari blog ini

Ayah Bupati Samosir: Harusnya Saya Dikonfirmasi, Bukan Bupati

Pangururan, Batak Raya — Wartawan bercekcok mulut dengan Ober Gultom, ayah Bupati Samosir, dalam grup WhatsApp. Lantas ketua organisasi media siber menyurati Bupati untuk konfirmasi. “Jadi, kalau nanti ada keluarga saya berdebat dengan mereka, lalu saya juga yang dikonfirmasi? Wah, keterlaluan!” kata Bupati Vandiko Gultom. Ober Gultom, ayah Bupati Samosir, Vandiko Gultom. (Foto: arsip pribadi) Dalam beberapa hari terakhir ini sejumlah media siber di Provinsi Sumatra Utara memberitakan Ketua Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Kabupaten Samosir, Tetty Naibaho, yang mengirim surat konfirmasi bertanggal 30 Mei 2022 kepada Bupati Samosir, Vandiko Gultom, tentang ayahnya sendiri, Ober Gultom, yang berbantah dengan wartawan di sebuah WhatsApp group (WAG) bernama Samosir Negeri Indah (SNI). Dalam surat yang juga ditujukan kepada Sekda Kabupaten Samosir itu Tetty menulis, “… Saudara Ober Gultom yang memberikan komentar terkait pemberitaan ‘Sampah di TPA’ dengan mengusulkan salah seorang tena

Sipalangnamora dan Datu Tambun

Riwayat Raja Sipalangnamora, nenek moyang marga Gultom, dan kisah salah satu putranya, Datu Tambun, pernah saya tulis bersama dengan wartawan Ramses Simanjuntak (almarhum) dalam dua artikel berjudul “Sipalangnamora dan Lima Kendi” serta “Sipalangnamora yang Kaya, Datu Tambun yang Sakti” dalam tabloid Pos Roha pada Juni 2015. Sebagian isi kedua tulisan itu diterbitkan ulang di Batak Raya seperti berikut. Keturunan Raja Sipalangnamora Gultom menziarahi pusara Sipalangnamora dan keempat putranya di Onanrunggu, Samosir, pada 2015, dan kemudian membangun kuburan leluhur mereka itu. (Foto: tabloid Pos Roha/reproduksi) Kata batak , dengan huruf b kecil, dalam ragam bahasa sastra memiliki makna ‘petualang’ atau ‘pengembara’, dan kata turunan membatak berarti ‘bertualang’ atau ‘mengembara’. Klan besar Gultom juga melanglang hingga beranak pinak di pelbagai wilayah, seperti halnya marga Batak Toba yang lain. [Baca juga: Miranda Gultom Bicara Marga, Gelar Sarjana, dan Suara Keras Orang Batak

Miranda Gultom Bicara Marga, Gelar Sarjana, dan Suara Keras Orang Batak

Pangaribuan, Batak Raya—Miranda Swaray Goeltom, yang lebih dikenal dengan nama Miranda Gultom, 73 tahun, mantan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, bercerita tentang adanya orang Batak yang malu memakai marganya. Dia juga mengimbau generasi muda Batak agar bekerja menjadi petani, dan jangan semata-mata mengejar gelar kesarjanaan atau menjadi pejabat. Miranda Gultom (kiri) dan Bupati Samosir, Vandiko Gultom, dalam acara Punguan Raja Urang Pardosi di Kecamatan Pangaribuan, Kabupaten Tapanuli Utara. (Foto: Raidon Gultom) Pesan itu disampaikan Miranda, perempuan Batak yang berhasil menjadi profesor ekonomi di Universitas Indonesia, ketika berpidato mewakili pihak boru dalam acara pelantikan pengurus Punguan Raja Urang Pardosi (Datu Tambun), sebuah organisasi marga Gultom, di Desa Parlombuan, Kecamatan Pangaribuan, Kabupaten Tapanuli Utara, Provinsi Sumatra Utara, 29 Juli 2022. Sebelum berbicara tentang kedua topik tersebut, marga Batak dan gelar akademis, Miranda terlebih dahulu mengata