Langsung ke konten utama

Pakai Kacamata agar Tidak Salah Pilih

SAMOSIR, Batak Raya—Hingga saat ini belum ada dokter spesialis mata di puskesmas dan rumah sakit di Kabupaten Samosir, Sumatra Utara, padahal banyak warga lanjut usia yang butuh pengobatan mata. Maka itu, dari dulu, manakala ada pengobatan mata gratis di Samosir, kaum lansia pasti antusias dan datang beramai-ramai untuk diobati.

Rismawati Simarmata (kiri) bersama dengan seorang warga lanjut usia yang sedang mencoba kacamata gratis. (Foto: Hayun Gultom)

Contohnya, baru-baru ini Klinik Simataraja Eye Center dari Jakarta mengadakan pengobatan cuma-cuma di gereja HKBP Ebenezer, Desa Unjur, Kecamatan Simanindo. Sebanyak 235 warga terlayani mulai pagi hingga malam hari, 22 September 2023, oleh tiga orang tenaga medis dan dua dokter spesialis mata.

Pelayanan kesehatan di gereja itu persis seperti pelayanan di klinik pengobatan mata. Ada tempat pendaftaran, tempat menunggu, pemeriksaan penglihatan, pemeriksaan mata dengan mikroskop, bahkan tempat operasi mata juga tersedia.

Masyarakat datang dari beberapa desa di Kecamatan Simanindo. Salah satunya, seorang warga boru Siallagan berusia 72 tahun dari Desa Siallagan. Selain mendapat kacamata, dia juga diberi obat tetes mata oleh dr. Monang Simarmata.

Pengobatan gratis yang digagas oleh politikus perempuan Rismawati Simarmata, yang biasa dipanggil dengan nama Risma, ini juga dilakukan di Kecamatan Onanrunggu, yang mana sekitar seratus orang warga terlayani oleh dokter spesialis mata.

Selain pemeriksaan mata, masyarakat juga memilih gagang kacamata yang cocok. Selanjutnya, resep lensa dan jenis gagang yang sudah dipilih tersebut diberi nama dan nomor. Resep itu pun dibawa oleh dr. Monang Simarmata ke kliniknya di Jakarta.

Dokter Monang Simarmata (kiri) melakukan pemeriksaan dan pengobatan mata di Desa Unjur, Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir. (Foto: Hayun Gultom)

Sebulan kemudian, 27 Oktober 2023, Risma Simarmata mengundang para warga itu ke Hotel Sopo Toba di Desa Unjur untuk mengambil kacamata mereka, yang sudah tiba dari Jakarta. Satu demi satu warga dipanggil untuk menerima kacamata masing-masing.

Tidak ada satu pun warga yang mengeluhkan lensa kacamatanya takcocok. Semuanya tampak senang.

“Ini baru pas untuk saya. Ini lebih jelas daripada ini [kacamata yang dipakai sebelumnya]. Padahal waktu saya beli kacamata ini, katanya tidak ada lagi kaca yang pas untuk saya, sudah terlalu tinggi katanya. Tetapi ini kok bisa pas, ya. Terima kasihlah buat Pak Dokter Simarmata dan Ibu Risma Simarmata,” kata salah satu warga, Hotmian Sitohang, kepada Batak Raya.

Kacamata dikemas dengan rapi oleh Klinik Simataraja Eye Centre, terbungkus dalam plastik di dalam kotak, dan disertai dengan catatan resep. Adapun catatan itu, apabila nanti kacamata hilang atau pecah, warga cukup membawa resep tersebut ke toko optik untuk dibuatkan lensa atau kacamata baru yang sesuai secara medis.

Setelah menerima dan mengenakan lensa masing-masing, sejumlah kaum ibu terlihat berbincang-bincang sambil menikmati minuman ringan di teras aula hotel. Mereka mengobrol tentang Rismawati Simarmata, bakal calon anggota DPRD Kabupaten Samosir dari Partai Perindo untuk daerah pemilihan Kecamatan Simanindo dan Kecamatan Onanrunggu.

Seorang ibu mengatakan, “Sebenarnya saya mau ajak temanku sewaktu pemeriksaan mata kemarin. Penglihatannya sudah sangat parah. Tapi saya ragu karena dia bukan pendukung Bu Risma.”

Lantas seorang ibu di sebelahnya menanggapi, “Lo, kenapa rupanya? Kan, tidak ada Ibu Risma mengatakan harus memilih dia. Sebelum urusan caleg-caleg ini, Bu Risma juga sudah pernah mengadakan pengobatan seperti ini.”


Kemudian seorang ibu yang lebih tua, Ompu Epi, 90 tahun, mengutarakan pendapatnya. “Tapi memang itu agak janggal. Masak kita menerima bantuan kacamata dari si Risma, lalu kita pakai untuk melihat nama orang lain di bilik suara TPS. Waduh!” katanya.

“Kalau saya, terima kasihlah, sekarang sudah lebih jelas mataku ini membaca. Nama Bu Risma pun sudah jelas nanti kulihat di kertas pemilu. Enggak mungkinlah saya salah pilih nanti,” kata Ompu Epi sembari tertawa. ❑

iklan

iklan

Postingan populer dari blog ini

Ayah Bupati Samosir: Harusnya Saya Dikonfirmasi, Bukan Bupati

Pangururan, Batak Raya — Wartawan bercekcok mulut dengan Ober Gultom, ayah Bupati Samosir, dalam grup WhatsApp. Lantas ketua organisasi media siber menyurati Bupati untuk konfirmasi. “Jadi, kalau nanti ada keluarga saya berdebat dengan mereka, lalu saya juga yang dikonfirmasi? Wah, keterlaluan!” kata Bupati Vandiko Gultom. Ober Gultom, ayah Bupati Samosir, Vandiko Gultom. (Foto: arsip pribadi) Dalam beberapa hari terakhir ini sejumlah media siber di Provinsi Sumatra Utara memberitakan Ketua Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Kabupaten Samosir, Tetty Naibaho, yang mengirim surat konfirmasi bertanggal 30 Mei 2022 kepada Bupati Samosir, Vandiko Gultom, tentang ayahnya sendiri, Ober Gultom, yang berbantah dengan wartawan di sebuah WhatsApp group (WAG) bernama Samosir Negeri Indah (SNI). Dalam surat yang juga ditujukan kepada Sekda Kabupaten Samosir itu Tetty menulis, “… Saudara Ober Gultom yang memberikan komentar terkait pemberitaan ‘Sampah di TPA’ dengan mengusulkan salah seorang tena

Sipalangnamora dan Datu Tambun

Riwayat Raja Sipalangnamora, nenek moyang marga Gultom, dan kisah salah satu putranya, Datu Tambun, pernah saya tulis bersama dengan wartawan Ramses Simanjuntak (almarhum) dalam dua artikel berjudul “Sipalangnamora dan Lima Kendi” serta “Sipalangnamora yang Kaya, Datu Tambun yang Sakti” dalam tabloid Pos Roha pada Juni 2015. Sebagian isi kedua tulisan itu diterbitkan ulang di Batak Raya seperti berikut. Keturunan Raja Sipalangnamora Gultom menziarahi pusara Sipalangnamora dan keempat putranya di Onanrunggu, Samosir, pada 2015, dan kemudian membangun kuburan leluhur mereka itu. (Foto: tabloid Pos Roha/reproduksi) Kata batak , dengan huruf b kecil, dalam ragam bahasa sastra memiliki makna ‘petualang’ atau ‘pengembara’, dan kata turunan membatak berarti ‘bertualang’ atau ‘mengembara’. Klan besar Gultom juga melanglang hingga beranak pinak di pelbagai wilayah, seperti halnya marga Batak Toba yang lain. [Baca juga: Miranda Gultom Bicara Marga, Gelar Sarjana, dan Suara Keras Orang Batak

Miranda Gultom Bicara Marga, Gelar Sarjana, dan Suara Keras Orang Batak

Pangaribuan, Batak Raya—Miranda Swaray Goeltom, yang lebih dikenal dengan nama Miranda Gultom, 73 tahun, mantan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, bercerita tentang adanya orang Batak yang malu memakai marganya. Dia juga mengimbau generasi muda Batak agar bekerja menjadi petani, dan jangan semata-mata mengejar gelar kesarjanaan atau menjadi pejabat. Miranda Gultom (kiri) dan Bupati Samosir, Vandiko Gultom, dalam acara Punguan Raja Urang Pardosi di Kecamatan Pangaribuan, Kabupaten Tapanuli Utara. (Foto: Raidon Gultom) Pesan itu disampaikan Miranda, perempuan Batak yang berhasil menjadi profesor ekonomi di Universitas Indonesia, ketika berpidato mewakili pihak boru dalam acara pelantikan pengurus Punguan Raja Urang Pardosi (Datu Tambun), sebuah organisasi marga Gultom, di Desa Parlombuan, Kecamatan Pangaribuan, Kabupaten Tapanuli Utara, Provinsi Sumatra Utara, 29 Juli 2022. Sebelum berbicara tentang kedua topik tersebut, marga Batak dan gelar akademis, Miranda terlebih dahulu mengata