Langsung ke konten utama

Warga Sihotang Sebut PT TPL Penyebab Banjir Bandang

SAMOSIR, Batak Raya—Ratusan warga dari empat desa di Kenegerian Sihotang, Kecamatan Harian, Kabupaten Samosir, yakni Desa Sampurtoba, Desa Siparmahan, Desa Dolokraja, dan Desa Hariarapohan, berunjuk rasa di kantor Bupati Samosir, 4 Desember 2023.

Candra Sihotang (memegang mikrofon) berdiri di samping Wakil Bupati dan Bupati Samosir, menjelaskan hasil pertemuan lima perwakilan warga dengan Pemkab Samosir.

Massa menyebut banjir bandang yang menimpa Kenegerian Sihotang, 13 November, sebagai akibat gundulnya hutan dan rusaknya ekosistem oleh PT Toba Pulp Lestari (TPL). Untuk itu, mereka menuntut penebangan pohon oleh PT TPL di hutan Sitonggitonggi, Tele, agar distop.


Di halaman kantor Bupati Samosir, para pengunjuk rasa berorasi: “Kami masyarakat ingin bertanya, Bupati pro TPL atau pro rakyat? Kalau Bupati pro rakyat, selamatkan rakyat Kenegerian Sihotang dari tangan TPL. Tutup hutan TPL di sektor Tele! Kembalikan hutan Sitonggitonggi!”


Dalam surat yang diteken perwakilan warga dari empat desa di Kenegerian Sihotang, Kecamatan Harian, yang ditujukan kepada Bupati Samosir, terdapat tiga tuntutan utama terhadap pemerintah dan PT TPL.

Pertama, agar PT TPL memperbaiki dan memberi ganti rugi atas kerusakan rumah warga, sawah, sekolah, jalan, irigasi, dan jatuhnya korban jiwa akibat banjir bandang di Kenegerian Sihotang pada 13 November silam. Kedua, supaya pemerintah dan PT TPL merehabilitasi ekosistem hutan Sitonggitonggi. Ketiga, agar Bupati Samosir merekomendasi penutupan PT TPL kepada Presiden RI.


Setelah dua jam lebih para demonstran berorasi, Bupati Vandiko Gultom turun dari kantornya. Dia mengatakan bersedia bertemu dengan lima orang perwakilan warga yang akan menyampaikan aspirasi di ruang kerjanya. “Tapi harus benar-benar warga Sihotang, bukan orang luar,” kata Bupati. Pertemuan itu berlangsung tertutup, dan wartawan tidak diizinkan masuk untuk meliput.

Sekitar tiga jam kemudian, Bupati Vandiko Gultom dan Wakil Bupati Martua Sitanggang keluar bersama dengan kelima orang utusan warga Kenegerian Sihotang. Lalu mereka menjelaskan hasil pertemuan kepada massa.

Bupati Samosir mengatakan sudah meneken surat yang akan segera dikirim kepada Gubernur Sumatra Utara. Adapun isi surat tersebut, pertama, sehubungan aksi demo masyarakat Kenegerian Sihotang, Pemkab Samosir meminta Gubernur membentuk tim independen yang akan melakukan investigasi untuk mencari tahu penyebab banjir bandang yang melanda empat desa di Kenegerian Sihotang, Kecamatan Harian, 13 November lalu.

Ompu Rut Silalahi, 2 Desember, di Desa Sampurtoba, Kecamatan Harian, Samosir, yang lahan sawahnya tertimbun lumpur akibat banjir bandang.

Kedua, untuk mengantisipasi banjir bandang di kemudian hari, dan sesuai Perda Kabupaten Samosir Nomor 3 Tahun 2018 bahwa seluruh wilayah dinding kaldera Toba merupakan kawasan perlindungan di bawahnya, maka Gubernur diminta meninjau ulang izin penebangan PT TPL di sektor Tele, Kabupaten Samosir.

Kepada Bupati Samosir, massa pengunjuk rasa meminta agar penebangan hutan Tele oleh PT TPL dihentikan sementara waktu sembari menunggu hasil kerja tim investigasi yang akan dibentuk Gubernur Sumut. Mereka juga mengingatkan agar tim investigasi benar-benar bekerja secara independen, objektif, dan bukan “ahli yang bisa dibayar TPL.”

Kades Siparmahan, Bertua Sihotang (kanan), berdiri di lokasi kantor Kepala Desa Siparmahan yang sudah hancur total tersapu banjir bandang.

Candra Sihotang, salah satu perwakilan masyarakat Kenegerian Sihotang, mengatakan di hadapan Bupati dan Wakil Bupati Samosir bahwa rakyat Sihotang akan kembali berunjuk rasa apabila surat Bupati tersebut tidak segera ditindaklanjuti, dan apabila Gubernur Sumut tidak segera membentuk tim investigasi independen.

“Jadi, kita berikan dulu waktu kepada pemerintah untuk bekerja. Kita sepakat?” tanya Candra.

“Setuju!” jawab massa. “Kalau tidak, nanti kita langsung demo ke TPL.”

Kemudian seorang perwakilan lainnya, Catur Sihotang, mengatakan kepada massa bahwa dalam pertemuan di ruang kerja Bupati siang itu, Bupati berjanji mendukung tuntutan rakyat Kenegerian Sihotang.

“Apabila hasil tim investigasi, [banjir bandang] positif ada hubungannya dengan TPL, semua Pemkab Samosir akan di depan. Bupati dan jajarannya akan terdepan untuk menutup TPL,” kata Catur Sihotang. “Dan nanti setelah musim kemarau, alat berat akan memperbaiki sawah kita yang rusak itu. Betul begitu, kan, Pak Bupati? Pak Kadis PU?”

“Siap,” jawab Bupati Vandiko Gultom.

* * *


Manotar Sinaga, Kepala Seksi Perencanaan dan Pemanfaatan Hutan UPT Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Wilayah XIII, yang diwawancarai pada 6 Desember di kantornya di Doloksanggul, Kabupaten Humbang Hasundutan, mengatakan pihak KPH XIII sudah turun ke hutan Sitonggitonggi, Tele, pascabencana banjir bandang di Kenegerian Sihotang.

Soal tudingan pengunjuk rasa bahwa banjir bandang di Sihotang disebabkan penebangan hutan oleh PT TPL, Manotar mengatakan kepada Jarar Siahaan, editor Batak Raya, “Perlu adanya pakar yang independen melakukan penelitian apa penyebab sebenarnya, biar kita tidak saling menuding.”

Karena itu, Manotar menyebut pihak KPH XIII Doloksanggul tidak bisa menilai dengan pasti apakah banjir bandang di Sihotang ada kaitannya atau tidak dengan PT TPL.

Gedung laboratorium komputer SMP Negeri 2 Harian diperbaiki. Beberapa ruangan kelas SMP ini hancur total tersapu banjir bandang sehingga para siswa terpaksa belajar di bawah tenda darurat dan di dalam gedung gereja terdekat.

Dia juga menceritakan bahwa beberapa bulan lalu, dalam sebuah rapat ekspose di Medan, dia dengan tegas menolak penebangan pohon eukaliptus di hutan Tele oleh PT TPL. “Sayalah di situ yang paling tidak setuju adanya penebangan dengan dalih pemulihan ekosistem,” kata Manotar Sinaga.

Namun, katanya, pihak PT TPL menyebut sudah ada kajian akademis oleh perguruan tinggi UGM, IPB, dan USU bahwa penebangan boleh dilakukan sepanjang demi pemulihan ekosistem, seperti dengan melakukan penanaman pohon buah-buahan.

* * *

Putri dan suami dari almarhumah Rosma Habeahan, yang meninggal akibat banjir bandang di Kenegerian Sihotang, ikut dalam unjuk rasa. Mereka mengatakan kecewa karena Bupati Samosir tidak pernah mengunjungi keluarga almarhumah pascabencana. 

Pada 7 Desember, Batak Raya berangkat menuju ke PT TPL di Desa Sosor Ladang, Kecamatan Parmaksian, Kabupaten Toba, untuk meminta tanggapan perusahaan itu atas tudingan demonstran di Kabupaten Samosir. Tapi salah satu orang-dalam TPL mengatakan semua direktur dan manajer perusahaan, yang berhak berbicara kepada pers, sedang bertugas ke luar kota.

Akhirnya pada Senin, 11 Desember, salah satu direktur PT TPL, Monang Simatupang, bisa dihubungi via panggilan WhatsApp meskipun dia hanya menjawab singkat tentang tuduhan masyarakat Kenegerian Sihotang bahwa penebangan hutan PT TPL ada kaitannya dengan banjir bandang.

“Di dalam website TPL, kita sudah membuat klarifikasi atau pemberitahuan. Bapak bisa lihat di website,” kata Monang kepada Jarar Siahaan dari Batak Raya. Kemudian Monang minta diri untuk menutup telepon karena “saya sedang rapat.”


Di situs web PT TPL yang disebutkan Monang Simatupang, tobapulp.com, terdapat satu unggahan artikel bertajuk “PT Toba Pulp Lestari Tbk Prihatin Musibah Banjir Bandang Samosir”. Di dalamnya tertulis “Banjir Bandang Samosir Bukan Dampak Operasional TPL”:

“Dari hasil data yang dikumpulkan tim TPL di lapangan, banjir bandang Samosir disebabkan oleh sejumlah aspek, yakni curah hujan yang tinggi selama 12 jam, kondisi tutupan lahan Daerah Tangkapan Air (DTA) banjir sebagian besar (75%) berupa nonhutan sehingga kemampuan tanah untuk meresap air (intersepsi) sangat rendah.”

“Selanjutnya kondisi kelerengan lahan ± 73% curam dan sangat curam, serta banyaknya material lumpur dan bebatuan di dasar sungai, yang menyebabkan tersumbatnya sungai Sitio-tio.”

“Dipastikan tidak ada pengaruh atau keterkaitan operasional TPL dengan penyebab banjir ini, karena aliran air DTA banjir Siparmahan, Sihotang, adalah ke timur dan dialirkan secara langsung ke Danau Toba, sedangkan DTA TPL adalah ke arah barat daya (Aek Silang) dan barat laut (Lau Renun). Ini berarti arah aliran konsesi TPL di Tele dan DTA banjir bertolak belakang, dan diperkuat dengan tidak adanya kayu jenis eukaliptus dalam material banjir.” ❑

Foto-foto: Jarar Siahaan

iklan

iklan

Postingan populer dari blog ini

Ayah Bupati Samosir: Harusnya Saya Dikonfirmasi, Bukan Bupati

Pangururan, Batak Raya — Wartawan bercekcok mulut dengan Ober Gultom, ayah Bupati Samosir, dalam grup WhatsApp. Lantas ketua organisasi media siber menyurati Bupati untuk konfirmasi. “Jadi, kalau nanti ada keluarga saya berdebat dengan mereka, lalu saya juga yang dikonfirmasi? Wah, keterlaluan!” kata Bupati Vandiko Gultom. Ober Gultom, ayah Bupati Samosir, Vandiko Gultom. (Foto: arsip pribadi) Dalam beberapa hari terakhir ini sejumlah media siber di Provinsi Sumatra Utara memberitakan Ketua Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Kabupaten Samosir, Tetty Naibaho, yang mengirim surat konfirmasi bertanggal 30 Mei 2022 kepada Bupati Samosir, Vandiko Gultom, tentang ayahnya sendiri, Ober Gultom, yang berbantah dengan wartawan di sebuah WhatsApp group (WAG) bernama Samosir Negeri Indah (SNI). Dalam surat yang juga ditujukan kepada Sekda Kabupaten Samosir itu Tetty menulis, “… Saudara Ober Gultom yang memberikan komentar terkait pemberitaan ‘Sampah di TPA’ dengan mengusulkan salah seorang tena

Sipalangnamora dan Datu Tambun

Riwayat Raja Sipalangnamora, nenek moyang marga Gultom, dan kisah salah satu putranya, Datu Tambun, pernah saya tulis bersama dengan wartawan Ramses Simanjuntak (almarhum) dalam dua artikel berjudul “Sipalangnamora dan Lima Kendi” serta “Sipalangnamora yang Kaya, Datu Tambun yang Sakti” dalam tabloid Pos Roha pada Juni 2015. Sebagian isi kedua tulisan itu diterbitkan ulang di Batak Raya seperti berikut. Keturunan Raja Sipalangnamora Gultom menziarahi pusara Sipalangnamora dan keempat putranya di Onanrunggu, Samosir, pada 2015, dan kemudian membangun kuburan leluhur mereka itu. (Foto: tabloid Pos Roha/reproduksi) Kata batak , dengan huruf b kecil, dalam ragam bahasa sastra memiliki makna ‘petualang’ atau ‘pengembara’, dan kata turunan membatak berarti ‘bertualang’ atau ‘mengembara’. Klan besar Gultom juga melanglang hingga beranak pinak di pelbagai wilayah, seperti halnya marga Batak Toba yang lain. [Baca juga: Miranda Gultom Bicara Marga, Gelar Sarjana, dan Suara Keras Orang Batak

Miranda Gultom Bicara Marga, Gelar Sarjana, dan Suara Keras Orang Batak

Pangaribuan, Batak Raya—Miranda Swaray Goeltom, yang lebih dikenal dengan nama Miranda Gultom, 73 tahun, mantan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, bercerita tentang adanya orang Batak yang malu memakai marganya. Dia juga mengimbau generasi muda Batak agar bekerja menjadi petani, dan jangan semata-mata mengejar gelar kesarjanaan atau menjadi pejabat. Miranda Gultom (kiri) dan Bupati Samosir, Vandiko Gultom, dalam acara Punguan Raja Urang Pardosi di Kecamatan Pangaribuan, Kabupaten Tapanuli Utara. (Foto: Raidon Gultom) Pesan itu disampaikan Miranda, perempuan Batak yang berhasil menjadi profesor ekonomi di Universitas Indonesia, ketika berpidato mewakili pihak boru dalam acara pelantikan pengurus Punguan Raja Urang Pardosi (Datu Tambun), sebuah organisasi marga Gultom, di Desa Parlombuan, Kecamatan Pangaribuan, Kabupaten Tapanuli Utara, Provinsi Sumatra Utara, 29 Juli 2022. Sebelum berbicara tentang kedua topik tersebut, marga Batak dan gelar akademis, Miranda terlebih dahulu mengata