Langsung ke konten utama

Warga Toba Irvandy Mokodompit Mengolah Ikan Tayotayo Jadi Bakso

Uluan, Batak Raya — Irvandy Mokodompit alias Pak Fano, 31 tahun, warga Desa Sigaol Barat, Kecamatan Uluan, Kabupaten Toba, Provinsi Sumatra Utara, berhasil mengolah red devil fish, atau ikan iblis merah, menjadi bakso dan kerupuk. Hewan vertebrata yang dinamai ikan tayotayo oleh penduduk lokal ini adalah jenis ikan pemangsa yang meresahkan nelayan di Danau Toba.

Irvandy Mokodompit (kanan) mengiris ulenan dari ikan tayotayo. (Foto: Rikardo Simamora, Diskominfo Toba)

Irvandy Mokodompit mengatakan proses pengolahan ikan tayotayo dimulai dengan merebus ikan, mengelupaskan kulitnya, menggiling, mencampur dengan bumbu, menguleni, dan mengeringkan. Selanjutnya adonan kering itu diiris, kemudian digoreng menjadi kerupuk ikan. Untuk dijadikan bakso, ulenan dibentuk seukuran bola pingpong, lalu dikukus.

Irvandy sudah mengerjakan usaha kreatifnya ini sejak tahun 2021 dengan hanya menggunakan peralatan manual. Hasilnya dia jual di warung miliknya di tempat wisata Danau Toba di Desa Siregar Aek Nalas, Kecamatan Uluan.

Kepada pelaksana tugas (plt.) Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi Kabupaten Toba, Salomo Simanjuntak; Camat Uluan, Henry Butarbutar; dan plt. Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Kabupaten Toba, Sesmon Butarbutar, yang berkunjung ke tempatnya, 24 Mei 2022, Irvandy Mokodompit mengatakan untuk usahanya ini dia membutuhkan bantuan mesin penggiling dan bahan pengemasan yang standar.

Salomo Simanjuntak mengatakan kepada Irvandy bahwa Pemkab Toba dapat membantunya untuk mengikuti pelatihan dan studi banding serta mengurus sertifikat produksi pangan industri rumah tangga (SPP-IRT) dan sertifikat halal.

Siaran pers Rikardo Simamora, Diskominfo Toba

iklan

iklan

Postingan populer dari blog ini

Ayah Bupati Samosir: Harusnya Saya Dikonfirmasi, Bukan Bupati

Pangururan, Batak Raya — Wartawan bercekcok mulut dengan Ober Gultom, ayah Bupati Samosir, dalam grup WhatsApp. Lantas ketua organisasi media siber menyurati Bupati untuk konfirmasi. “Jadi, kalau nanti ada keluarga saya berdebat dengan mereka, lalu saya juga yang dikonfirmasi? Wah, keterlaluan!” kata Bupati Vandiko Gultom. Ober Gultom, ayah Bupati Samosir, Vandiko Gultom. (Foto: arsip pribadi) Dalam beberapa hari terakhir ini sejumlah media siber di Provinsi Sumatra Utara memberitakan Ketua Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Kabupaten Samosir, Tetty Naibaho, yang mengirim surat konfirmasi bertanggal 30 Mei 2022 kepada Bupati Samosir, Vandiko Gultom, tentang ayahnya sendiri, Ober Gultom, yang berbantah dengan wartawan di sebuah WhatsApp group (WAG) bernama Samosir Negeri Indah (SNI). Dalam surat yang juga ditujukan kepada Sekda Kabupaten Samosir itu Tetty menulis, “… Saudara Ober Gultom yang memberikan komentar terkait pemberitaan ‘Sampah di TPA’ dengan mengusulkan salah seorang tena

Sipalangnamora dan Datu Tambun

Riwayat Raja Sipalangnamora, nenek moyang marga Gultom, dan kisah salah satu putranya, Datu Tambun, pernah saya tulis bersama dengan wartawan Ramses Simanjuntak (almarhum) dalam dua artikel berjudul “Sipalangnamora dan Lima Kendi” serta “Sipalangnamora yang Kaya, Datu Tambun yang Sakti” dalam tabloid Pos Roha pada Juni 2015. Sebagian isi kedua tulisan itu diterbitkan ulang di Batak Raya seperti berikut. Keturunan Raja Sipalangnamora Gultom menziarahi pusara Sipalangnamora dan keempat putranya di Onanrunggu, Samosir, pada 2015, dan kemudian membangun kuburan leluhur mereka itu. (Foto: tabloid Pos Roha/reproduksi) Kata batak , dengan huruf b kecil, dalam ragam bahasa sastra memiliki makna ‘petualang’ atau ‘pengembara’, dan kata turunan membatak berarti ‘bertualang’ atau ‘mengembara’. Klan besar Gultom juga melanglang hingga beranak pinak di pelbagai wilayah, seperti halnya marga Batak Toba yang lain. [Baca juga: Miranda Gultom Bicara Marga, Gelar Sarjana, dan Suara Keras Orang Batak

Miranda Gultom Bicara Marga, Gelar Sarjana, dan Suara Keras Orang Batak

Pangaribuan, Batak Raya—Miranda Swaray Goeltom, yang lebih dikenal dengan nama Miranda Gultom, 73 tahun, mantan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, bercerita tentang adanya orang Batak yang malu memakai marganya. Dia juga mengimbau generasi muda Batak agar bekerja menjadi petani, dan jangan semata-mata mengejar gelar kesarjanaan atau menjadi pejabat. Miranda Gultom (kiri) dan Bupati Samosir, Vandiko Gultom, dalam acara Punguan Raja Urang Pardosi di Kecamatan Pangaribuan, Kabupaten Tapanuli Utara. (Foto: Raidon Gultom) Pesan itu disampaikan Miranda, perempuan Batak yang berhasil menjadi profesor ekonomi di Universitas Indonesia, ketika berpidato mewakili pihak boru dalam acara pelantikan pengurus Punguan Raja Urang Pardosi (Datu Tambun), sebuah organisasi marga Gultom, di Desa Parlombuan, Kecamatan Pangaribuan, Kabupaten Tapanuli Utara, Provinsi Sumatra Utara, 29 Juli 2022. Sebelum berbicara tentang kedua topik tersebut, marga Batak dan gelar akademis, Miranda terlebih dahulu mengata