Langsung ke konten utama

Editor, Bukan Redaktur

Tugasku di Batak Raya ialah menjadi editor, bukan redaktur. Dengan status sebagai pekerja lepas, saya takada hubungan sedikit pun dengan reporter, dan saya juga bisa berhenti sendiri atau dipecat kapan saja oleh yang empunya media siber ini, Hayun Gultom.

Gambar ilustrasi dari noblecopy.com

Ketika pada Maret 2022 Hayun mengatakan niatnya mendirikan batakraya.com, dia menawariku jabatan pemimpin redaksi, tetapi saya menolaknya (baca “Sejarah Pendiri Batak Raya”). Saya hanya menyanggupi menjadi editor lepas dan konsultan redaksi.

Untuk itu, kami berdua punya akad lisan, antara lain saya takboleh dan taksedia dihubungi oleh (calon) reporter Batak Raya; saya tidak dibebani tugas perencanaan reportase bagi reporter; saya tidak berkewajiban meliput atau menulis esai untuk Batak Raya; saya bebas menulis untuk media lain; dan terbit tidaknya suatu liputan bukan urusanku, melainkan kewenangan mutlak Hayun selaku pemimpin redaksi.

Saya membikin syarat tidak mau berhubungan dengan reporter Batak Raya karena saya belum punya kontrak kerja tertulis, dan, tersebab itu juga, saya hanya bersedia menjadi editor, bukan redaktur.

Dalam terminologi jurnalistik, editor dan redaktur lazimnya dianggap bersinonim. Namun, dalam konteks pekerjaanku di Batak Raya, kedua posisi itu ada selisihnya.

Seandainya saya menjadi redaktur, tugasku amat banyak. Dari persiapan reporter hendak meliput apa (menyiapkan kerangka acuan kerja: fokus dan sudut pandang liputan, daftar narasumber berkompeten, daftar pertanyaan untuk tiap narasumber, pertanyaan kunci, data yang perlu, dsb.); ketika reporter tengah meliput di lapangan (memandu dan membantunya bila ada kendala, misalnya melobi narasumber agar bersedia diwawancarai reporter); ketika reporter menulis liputannya; hingga mengedit tulisannya. Selain itu, apabila reporter taksanggup atau terlambat mengerjakan tugas liputannya, saya selaku redakturnya mesti bertanggung jawab dan mengambil alih tugas itu.

Jadi, seorang redaktur harus aktif membimbing reporternya baik ketika mencari bahan berita maupun ketika menulis berita. Dengan kata lain, redaktur juga menjadi guru atau pelatih bagi reporter. Redaktur mengajarinya ilmu jurnalisme yang kompleks: teknik menulis berbagai bentuk berita, tata bahasa Indonesia, fotografi jurnalistik, dan kode etik. Redaktur membina mentalitas reporternya agar jujur, skeptis, antiamplop, imparsial, independen, berani mengambil risiko, dsb. Namun, karena saya cuma menjadi editor lepas dan bukan redaktur, tugasku hanya sebatas mengedit, seperti kesepakatan saya dengan Hayun.

Selaku editor, saya mengerjakan penyuntingan dari aspek tata bahasa Indonesia, aspek teknik jurnalistik (unsur berita, nilai berita, judul berita, sudut pandang berita, piramida terbalik, dsb.), serta aspek hukum dan kode etik (UU Pers, UU Hak Cipta, Kode Etik Jurnalistik, Pedoman Pemberitaan Media Siber, Pedoman Pemberitaan Ramah Anak, dsb.). Dalam aspek kebenaran substansi berita, saya tidak turut campur, karena itu merupakan tanggung jawab pemimpin redaksi, Hayun Gultom.

Dia jugalah yang berhak memberikan tugas liputan kepada reporter, sedangkan saya tidak punya hak memerintah reporter. Kepada dialah reporter mengirim hasil liputan, bukan kepada saya.

Setelah membaca laporan reporter, Hayun memutuskan apakah akan diterbitkan atau tidak. Jika ya, dia meneruskannya untuk saya edit, dan dia pun berhak menghapus bagian tertentu dalam laporan tersebut. Jikalau kemudian saya menilai berita itu taklayak terbit, misalnya karena bertentangan dengan nilai jurnalisme, saya selaku konsultan redaksi akan menjelaskannya kepada Hayun, dan bisa jadi dia akan meminta reporter melengkapinya agar layak terbit.

Meskipun begitu, seumpama dia bersikeras menerbitkan berita tanpa saya edit lebih dahulu, itu juga haknya sesuai dengan kekuasaannya sebagai pemimpin redaksi dan penanggung jawab berita.


Jadi, setakat hari ini, seturut perjanjianku dengan Hayun, saya tidak pernah berkomunikasi dengan reporter Batak Raya. Bahkan, saya tidak mengenalnya, dan memang tidak perlu, karena saya cuma editor lepas. Kalau saya berhubungan dengan reporter, saya melanggar kesepakatan awal dengan Hayun. Misal kata pun nanti saya bersedia punya jalur pribadi langsung dengan reporter—agar saya bisa menuntun reporter secara intensif dalam peliputan—itu hanya mungkin terjadi apabila sudah ada kontrak kerja, yang juga berarti harus ada pertambahan gajiku.

Ihwal sikapku ini, tidak bersedia lagi melatih wartawan, dapat dimaklumi Hayun ketika pada Maret yang lalu dia mengajakku mendirikan Batak Raya. Hal itu ada kaitannya dengan sejarah panjang kami dalam bekerja sama mengelola sejumlah media cetak dan media siber sejak tahun 2009, yang takbisa saya ceritakan di sini secara mendetail.

Pada intinya, “Aku sudah letih. Aku hanya mau mengajari kau seperti selama ini. Kalaupun nanti aku mau mengajari wartawan lain, karena kulihat orangnya punya bakat istimewa dalam menulis, seperti Bintang di Batam,” kataku kepada Hayun.

“Kalau hanya wartawan kebanyakan, kemampuan standar, takada gunanya kuajari, karena akhirnya akan jadi wartawan amplop juga, main proyek. Percuma. Aku tidak mau lagi menguras tenaga dan pikiranku. Tidak lama lagi kita akan berusia 50. Sekarang anakku sudah kuliah, anakmu juga. Kita harus lebih santai dalam bekerja, karena fisik kita makin terbatas. Fokuskan pada hal-hal yang berkualitas saja, yang menyenangkan hati, biar kita tetap sehat. Bayangkan kalau nanti kita masih bisa menulis panjang di usia tua, betapa enaknya, menulis santai untuk kepuasan batin.” ❑

Jarar Siahaan bersertifikat kompetensi wartawan utama; menjadi jurnalis independen sejak 1994; berdiam di Balige, Toba. Silakan ikuti cerita pengalaman pribadinya dalam status Facebook-nya.

Postingan populer dari blog ini

Bupati Toba Bersih dari Korupsi, tapi Kinerja Nol

BALIGE, Batak Raya—Pada sidang paripurna DPRD Kabupaten Toba, Fraksi PKB memuji Bupati Poltak Sitorus “bersih dari korupsi.” Namun, dalam wawancara Batak Raya , fraksi itu mengecam dugaan suap proyek di beberapa jawatan, dan menilai kinerja Bupati hanya “omong kosong, tidak ada perkembangan.” Sabaruddin Tambunan, anggota DPRD Kabupaten Toba. (Foto: Jarar Siahaan) Barangkali ini kali pertama terjadi di Indonesia: seorang bupati dipastikan tidak pernah terlibat korupsi, dan yang memastikan ialah pihak DPRD, tetapi si bupati juga dinilai tidak becus bekerja. Pujian setinggi langit ini ditujukan kepada Bupati Toba, Poltak Sitorus, yang dirilis dalam pandangan umum Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) DPRD Kabupaten Toba pada sidang paripurna tentang rancangan peraturan daerah APBD Perubahan tahun anggaran 2023 di gedung DPRD di Balige, 18 September 2023. “Saudara Bupati kami lihat dan telusuri benar-benar bersih dari unsur korupsi,” begitu bunyi pendapat Fraksi PKB dalam rapat paripurna.

Pajak BPHTB Gratis bagi Sertifikat Tanah PTSL di Toba

BALIGE, Batak Raya—Pemerintah Kabupaten Toba mempermudah pengurusan sertifikat tanah masyarakat lewat program PTSL, yang dulu bernama PRONA, dengan menggratiskan pajak BPHTB. Kantor BPN Toba juga tidak mengutip biaya administrasi sama sekali. Kepala BPN Kabupaten Toba, Marulam Siahaan. (Foto: Jarar Siahaan) Tahun 2023 ini Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Toba kembali menjalankan program gratis Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) bagi masyarakat di 25 desa dan kelurahan di tujuh kecamatan. Program ini dimulai tahun 2017 dengan nama Proyek Operasi Nasional Agraria (PRONA). Menurut Kepala BPN Toba, Marulam Siahaan, tahun ini Kabupaten Toba mendapat kuota 2.200 sertifikat PTSL. Namun, berkas pengurusan yang terkumpul dari warga Toba sejak Januari lalu baru mencapai 1.260. Artinya, masih tersedia jatah 940 sertifikat gratis yang bisa diurus warga hingga Desember 2023 nanti. Minimnya minat penduduk Kabupaten Toba untuk mengurus sertifikat tanah lewat PTSL, kata Marulam, anta

Siska Ambarita Bersumpah di Depan Sorta Siahaan

Pangururan, Batak Raya —Siska Ambarita datang ke gedung DPRD Kabupaten Samosir, Provinsi Sumatra Utara, ditemani oleh ayahnya, Sarli Ambarita; ibunya, Nikawaty Sitanggang; dan adik-adiknya pada Senin, 11 Juli 2022. Sorta Siahaan kebayanya tersangkut pada bros Siska Ambarita (kanan) setelah keduanya cipika-cipiki. (Foto: Jepri Sitanggang) Siska Ambarita, politikus PDIP itu, mengenakan kebaya merah dan sarung merah marun. Selendangnya bermotif ulos Batak. Di kiri dan kanan bawah sanggulnya, dekat telinganya, tersemat hiasan berbentuk bunga berwarna merah. Sepatunya putih dengan hak tinggi. Tubuhnya langsing dan pinggangnya ramping. Dia terlihat anggun dan memesona. “Tadi saya tiba menjelang pukul 15.00 pakai mobil yang kecil,” kata wanita lajang berusia 30 tahun itu kepada Batak Raya . Pada saat pengambilan sumpahnya menjadi anggota pengganti antarwaktu (PAW) DPRD Kabupaten Samosir masa jabatan 2019-2024, Siska Ambarita berdiri saling berhadapan dengan Sorta Siahaan , Ketua DPRD Samosir.